Page 3 - e-modul bab 11 PAI
P. 3
Hizbut Tahrir, Salafi, Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin (IM).
Meskipun pada awalnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga
terinspirasi perkembangan wacana keagamaan yang berkembang di
Timur Tengah, namun mereka mengalami akulturasi dengan tradisi
dan pemikiran lokal Indonesia yang terjadi selama puluhan tahun.
Misalnya, dalam tradisi Nahdlatul Ulama, pengaruh gerakan-gerakan
tarekat seperti Naqsyabandiyah dan Tijaniyah yang berpusat dan
berkembang di Syiria dan Mesir cukup signifikan. Sedangkan
Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya tidak lepas dari ide-ide
pembaharuan Islam moderat yang dipelopori Syaikh Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad bin Abdul Wahab, hingga
Jamaludin al-Afghani.
Dengan munculnya organisasi baru tersebut, Muhamadiyah
dan NU diletakkan dalam katagori Islam “moderat”, terutama sejak
studi Islam semakin didominasi oleh dikotomi radikal vs moderat
(Asyari, 2010:3). Dinamika sosial keagamaan pasca peristiwa
terorisme 11 September di Amerika semakin mengkristalkan “warna”
gerakan Islam tersebut.
B. Muhammadiyah
1. Latar Belakang
Tanggal 18 November 1912 M merupakan momentum penting
lahirnya Muhammadiyah. Kelahiran Muhammadiyah merupakan
awal dari sebuah gerakan Islam modernis yang melakukan perintisan
pemurnian akidah (purifikasi) sekaligus pembaruan Islam di
Indonesia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh KHA. Dahlan dari
kota santri Kauman, Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi
Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan
untuk menisbahkan penganut Muhammadiyah dengan ajaran
perjuangan Nabi Muhammad SAW. Kelahiran Muhammadiyah
merpakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan
dari sang pendiri, KHA. Dahlan alias Muhammad Darwis.
Setelah menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekah untuk
yang kedua kalinya pada tahun 1903, KHA. Dahlan mulai menye-
maikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu
diperoleh KHA. Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama
Indonesia yang bermukim di Mekah, seperti Syeikh Ahmad Khatib
dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari
Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang Gresik; juga setelah
2