Page 3 - LPTQ Megazine
P. 3
Keseimbangan
antara Ilmu dan
Iman
Pada waktu kecil kita sering didongengkan cerita tentang seekor binatang bernama
Kancil. Masih ingat bukan? Binatang yang cerdik dan pandai. Dengan ilmunya dia bisa
mengelabui musuh-musuhnya. Dan dengan ilmunya dia bisa menolong kawan-
kawannya yang dalam bahaya. Walaupun hanya dongeng, tetapi pesan tentang
pentingnya kecerdasan serta kepandaian bagi seseorang, selalu terngiang dalam benak
kita hingga kita dewasa. Jika kita cerdas maka tidak mudah diperas, jika bangsa kita
pandai, maka tidak mudah dibantai, dan jika rakyat kita berilmu maka tidak mudah
ditipu, baik oleh pemerintah sendiri ataupun negara lain.
Imam Al Ghazali, seorang Imam besar yang pandai dan cerdas, gemar mencatat ilmu-
ilmunya dalam sebuah catatan. Suatu hari ketika dalam perjalanan Ia dirampok. Seluruh
bawaannya termasuk catatan-catatannya akan direbut perampok. Tetapi Imam Ghazali
mempertahankan catatan-catatannya. Dan si perampok berkata kepada Imam Ghazali
“Eh pak Imam, maap nih ye, gue mau nanye…” (nih perampok orang betawi nih). “barang
berharga lu gue ambil, lu diem aje… giliran catatan lu gue ambil, lu bertindak, eh Pak
Imam, ilmu itu bukan di catatan, tapi di pikiran dan di hati”, kata si perampok.
Al ilmu fish shudhuur laa fis suthuur.
Akhirnya Imam Ghazali tersadar bahwa jika hanya mencatat saja, maka bila catatannya
itu hilang, hilang pulalah ilmunya. Dan mulai saat itu Ia berusaha lebih banyak
menghafal daripada mencatat. Dan ilmu-ilmu hasil hafalan Imam Ghazali bisa kita
rasakan hingga saat ini. Itulah sebabnya kalau ilmu hanya diatas kertas tanpa diolah
dengan hati maka yang terjadi adalah asal ngebom sana-sini tanpa perasaan, ujian
contekan berhamburan, nglamar PNS sogokan duit jadi pedoman, ikutan nyalon
anggota dewan kecurangan diutamakan. Ini semua terjadi karena Ilmu hanya di atas
kertas, tidak didalam pikiran dan juga hati.