Page 121 - LKPD ekonomi XI sem 1
P. 121
nilai tukar rupiah dan juga menjaga tingkat inflasi. Apabila dipaksa melakukan pencetakan
uang dalam skala yang besar tanpa melalui mekanisme yang berlaku merupakan hal yang tidak
lazim. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa BI tidak bisa langsung mengedarkan
uang secara langsung kepada masyarakat sebab fungsi ini hanya bisa dilakukan oleh
lembaga pembiayaan atau Pemerintah. Fungsi BI murni untuk stabilisasi moneter sehingga
setiap kebutuhan uang yang beredar harus atas koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Menurut Perry, usulan dari berbagai pihak agar BI segera melakukan pencetakan uang saat ini
sangat menyesatkan masyarakat dan bahkan membuat publik bingung. “Cetak uang itu tidak
sejalan dengan praktik kebijakan moneter yang prudent. Jadi supaya tidak menambah
kebingungan masyarakat, maka masyarakat harus kita berikan pemahaman. Pandangan itu
bukan kebijakan moneter yang lazim dilakukan Bank Central dan itu tidak akan dilakukan BI,”
kata Perry dalam pers breafing secara virtual, Rabu (6/5).
Dijelaskannya peran yang bisa dilakukan BI untuk membantu memenuhi kebutuhan uang di
tengah kebutuhan masyarakat yang meningkat akibat pandemi wabah corona adalah dengan
mengucurkan likuiditas atau quantitative easing dan juga operasi moneter. BI baru akan
melakukan pencetakan uang ketika ada kesepakatan dengan Kementerian Keuangan dan
di saat likuiditas sudah tidak mampu memenuhi. Namun dalam hal pencetakan sendiri
harus memenuhi kaidah dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan. Perry
menambahkan hingga awal Mei 2020 ini injeksi likuiditas yang telah dilakukan BI kepada
perbankan sudah mencapai Rp503,8 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp386 triliun yang
dikucurkan pada periode Januari – April 2020 dan tambahan sebesar Rp117,8 triliun yang
dilakukan pada Mei 2020.
Secara detail injeksi likuiditas yang mencapai Rp386 triliun ini dikucurkan melalui
transmisi pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder senilai Rp166,2 triliun,
term repo perbankan sebesar Rp137,1 triliun, FX Swap sebesar Rp29,7 triliun dan penurunan
Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah periode Januari – April 2020 sebesar Rp53 triliun.
Sedangkan quantitative easing yang dilakukan pada awal Mei 2020 dengan nilai Rp117,8
triliun tersebut terdiri ditransmisikan melalui penurunan GWM sebesar Rp102 triliun.
Kemudian tidak mengenakan kewajiban tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM (rasio
intermediasi makroprudensial). sebesar Rp15,8 triliun. Dengan intervensi BI yang sudah
mengucurkan likuiditas besar tersebut maka tidak ada alasan pembenaran bagi BI untuk
melakukan pencetakan uang seperti yang diminta oleh beberapa pihak. “Dalam kondisi seperti
ini yang paling efektif adalah menyediakan likuiditas, kami akan dukung pertumbuhan
ekonomi melalui penyaluran likuiditas. Jadi silahkan gunakan dulu yang dikucurkan itu
melalui perbankan untuk ke sektor riil. Kalau kurang mari itung – itungan, kalau perlu nambah
akan kita tambah,” pungkas Perry.
1. Mengapa Bank Indonesia menolak untuk mencetak uang dalam menghadapi wabah corona!
Jawab:
2. Bagaimana cara Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan tukar rupiah!
Jawab: