Page 130 - LKPD ekonomi XI sem 1
P. 130
Namun, defisit APBN yang terus menerus tanpa ada peningkatan produktivitas
ekonomi justru menjebak ekonomi suatu negara dalam kondisi stagflasi atau kondisi di mana
inflasi tinggi diikuti kontraksi ekonomi. Kebijakan fiskal yang ekspansif dengan defisit
anggaran yang tinggi terbukti gagal dan memperparah inflasi di AS tahun 1970-an,
sebagaimana kritik Milton Friedman. Kritik Friedman telah mengubah cara berpikir ekonom
dalam melihat krisis serta kebijakan fiscal apa yang tepat untuk menghadapi krisis. Mazhab
monetaris menganggap kontrol terhadap uang beredar harus benar-benar diperhatikan agar
inflasi tetap terkendali. Inflasi yang terkendali merupakan kondisi ideal bagi ekonomi untuk
tumbuh secara sehat.
Krisis Covid-19 tidak hanya menyebabkan permintaan ratarata masyarakat turun tetapi
juga merusak supply chain dunia akibat kebijakan lockdown di sejumlah negara. Dalam jangka
pendek kita melihat bahwa inflasi barang-barang konsumsi yang diukur dengan consumer
price index (CPI) menurun. Namun pertanyaan besarnya, apakah inflasi dalam jangka
menengah bisa tetap rendah, mengingat banyak petani yang mengalami kebangkrutan atau rugi
akibat lockdown. Jika berkaca pada resesi terakhir tahun 2008, kita bisa mengambil pelajaran
bahwa harga pangan dunia yang diukur dari FAO price Index naik 63% tiga tahun setelah krisis.
Kenaikan harga pangan akan menyulitkan negara berkembang khususnya Indonesia untuk
menurunkan angka kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengingat 30%
dari konsumsi rumah tangga Indonesia dalam pembentukan produk domestic bruto (PDB)
masih diperuntukkan belanja bahan makanan. Indonesia memang terancam mengalami resesi
tahun ini jika pertumbuhan ekonomi kembali terkontraksi pada triwulan III-2020. Peluangnya
cukup besar mengingat Indonesia di triwulan kedua mengalami kontraksi ekonomi 5,32%
(yoy). Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrument penting untuk mengatasi krisis kali
ini, mengingat kebijakan moneter memiliki keterbatasan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dalam waktu singkat.
Dalam kondisi ini, pemerintah harus hadir agar proses recovery lebih cepat dan
Indonesia tidak terjerumus ke dalam resesi. Pemerintah condong kepada mahzab Keynessian
dengan menaikkan defisit APBN. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek
kehati- hatian dalam pelaksanaannya.
Penulis menilai ada setidaknya tiga hal yang perlu diperhatikan pemerintah.
Pertama, mendorong daya beli masyarakat dengan fokus pada skema bantuan sosial.
Rancangan program pemerintah dalam anggaran penanganan Covid-19 melalui Perpres
54/2020 yang diperbarui menjadi Perpres 72/2020 menunjukkan bahwa program penanganan
Covid-19 pada aspek belanja kesehatan dan bantuan sosial harus sebesar- besarnya
mengandung barang produksi lokal agar defisit tidak menciptakan impor yang berarti.
Kedua, mendorong produktivitas sektor pangan, khususnya beras, perlu dijaga dengan
baik. Sebagaimana proyeksi FAO, dunia akan menghadapi krisis pangan. Jangan sampai ketika
daya beli masyarakat sudah dijaga, Indonesia keluar dari resesi, kemudian kita menghadapi
masalah baru yaitu krisis pangan. Data BPS menyebutkan bahwa produksi padi tahun 2019
turun sekitar 5 juta ton dari 2018 yang mencapai 59 juta ton. Jika mengacu data Global Food
Security Index (GFSI), aspek ketersediaan skor Indonesia berada di angka 61,3 yang mana
aspek infrastruktur pertanian dan infrastruktur irigasi masih dinilai lemah. Defisit APBN
yang tinggi harus diarahkan agar produktivitas sektor pangan di Indonesia naik untuk
menghindari inflasi.
Ketiga, menjaga agar defisit anggaran dapat terkendali serta mendorong belanja negara
ke sektor produktif serta tepat sasaran. Bukan kemudian memanfaatkan wewenang untuk