Page 38 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 38
h. Tanah-tanah yang dikuasai menurut Penetapan Presiden (Penpres)
No. 6 Tahun 1964 ttg Penguasaan dan Pengurusan Perusahaan-
Perusahaan Milik Inggris Di Indonesia tgl. 26-11-1964 Jo. SE
Menag. No. DHK/29/5 tgl. 22-12-1964 ttg Larangan pembuatan
Akta Tanah yg bermaksus mengalihkan atau memindahkan H.A.T
tanpa berikut bangunan di atasnya milik eks perusahaan Inggris.
i. Tanah Negara yang berasal dari Pelaksanaan UU Nomor 1
Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir (yang
telah diberikan ganti kerugian semula merupakan/berupa tanah
partikelir dengan hak-hak pertuanan, tanah usaha, dan tanah
kongsi). Pengaturan terdapat dalam Staatblad Tahun 1911
Nomor 38 Jis. Tahun 1912 No. 480 dan Tahun 1912 Nomor
481 tentang Pengembalian Tanah-Tanah Partikelir Menjadi
Tanah Negara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir.Pengertian Tanah Partikelir
adalah tanah “eigendom” di atas mana pemiliknya sebelum
Undang-undang ini (UU No. 1 Tahun 1958) mempunyai hak-
hak pertuanan atau landheerlijke rechten (mengandung sifat dan
corak istimewa dengan hak-hak kenegaraan) sehingga timbul
kesan ada Negara kecil dalam Negara. Tidak termasuk tanah
Partikelir adalah Tanah Swapraja dan tanah eigemdom biasa milik
daerah-daerah Swatantra. Menurut Prof. Boedi Harsono (2005),
“Tanah Swatantra yang luasnya lebih dari 10 bouw include
dalam pengertian tanah partikelir.” Hak Pertuanan: hak untuk
mengangkat atau mengesahkan pemilihan serta memberhentikan
kepala-kepala kampung atau desa dan kepala-kepala umum
sebagaimana yang disebut dalam Psl. 2 dan 3 Stb. 1880 No. 150
serta Pasal 41-43 Stb. 1912 Nomor 422.Hak untuk menuntut
kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja paksa dari
penduduk sebagaimana diatur dalam Stb. 1912 No. 422 Psl. 30-
35, 37; Hak mengadakan pungutan-pungutan, baik yg berupa
uang atau hasil tanah dari penduduk sebagai yang dimaksud dalam
Psl. 16-27 dan 29 Stb. 1912 Nomor 422; Hak untuk mendirikan
pasar-pasar, memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Psl. 46-47 Stb. 1912 No. 422;
23