Page 37 - SALAM REDAKSI
P. 37
"Jingga mau ikut mama."
"Jingga nggak suka di sini, Jingga benci sendirian."
Senyuman penuh arti tercetak di bibir pucatnya. Jika bukan Jingga, pasti mereka sudah
kehilangan semangat hidupnya. Hidup bersama sosok ayah yang hanya gila harta, hidup tanpa
dukungan orang tua, bahkan kini dibenci keluarganya. Untuk apa Jingga hidup? Untuk apa dia
dilahirkan? Untuk apa dia bertahan? Pada akhirnya, dia akan tersisihkan. Pada akhirnya, dia
tidak akan tahan. Dan pada akhirnya, dia akan berhenti berjalan.
"Pembunuh nggak akan pernah pantas berada di sini." Satu temannya menjambak ujung
rambut Jingga. "Lo nggak malu? Harusnya lo pergi kalau emang punya harga diri," lanjutnya.
Mereka benar, Jingga sudah tidak punya harga diri. Hidupnya memang sehina itu. Semenjak
kecelakaan tersebut, Luna mengalami koma hingga akhirnya dia tidak bisa diselamatkan. Jingga
sudah tidak punya harapan, Luna adalah satu-satunya saksi bahwa Jingga tidak bersalah. Entah
berapa lama dia akan berada dalam kurungan maut ini.
Dua hari kemudian, Jingga didatangi keluarga Luna. Dia diancam akan dihukum mati.
"Nyawa harus dibayar dengan nyawa!" ujar Elena, ibu Luna.
"Ibu yang tenang, pelaku bahkan masih sangat muda. Apapun hasilnya, sidang adalah
jalannya," jelas salah satu pimipinan kepolisian.
Ayah Jingga membenarkan jas yang membalut tubuhnya. "Jika memang itu keadilannya, saya
serahkan anak saya kepada pihak yang berwenang," ujarnya.
Jingga benar-benar tidak percaya bahwa yang berujar adalah ayahnya sendiri. Sadarkah dia
bahwa nyawa yang sedang dipertaruhkan adalah nyawa darah dagingnya?
"Mama, tolong Jingga!" batinnya.
Hari ini adalah penentuan hidup dan mati Jingga.
"Jingga menyerah, Tuhan ...," gumamnya.
Jingga bahkan tidak punya saksi, dan tidak ada yang akan memihaknya. Semuanya sudah jelas,
bahwa Jingga akan kalah.
Jingga tersenyum samar. "It's okay, Jingga!"
"Sidang akan dimulai sepuluh menit lagi." Terdengar gelombang bunyi melintas di
pendengaran Jingga.
Sepuluh menit berjalan sangat cepat. Kini, Jingga telah berada di tengah-tengah para saksi.
Saat sidang akan dimulai, teriakan seseorang menghentikan aksi para hakim.
"Tunggu!" teriak seseorang.
37

