Page 4 - Cover eBook Buku Catatan Kutipan Segitiga Pastel
P. 4
KESULTANAN BANJAR
Pangeran Antasari
11 Oktober 1862 adalah hari
meninggalnya Pangeran Antasari, di
usianya ke-75. Dia meninggal akibat
penyakit cacar dan paru-paru yang
dideritanya di Tanah Kampung Bayan
Begok, Sampirang, Kalimantan. Jasad
Pangeran Antasari telah terkubur
selama 91 tahun di hulu sungai Barito.
Lantas dengan izin pihak keluarga,
makamnya dipindahkan ke Taman
Makam Perang Banjar, Kelurahan
Surgi Mufti, Banjarmasin pada 11
November 1958 lalu.
Melansir dari berbagai sumber, Minggu (11//10/2020), Pangeran Antasari
merupakan Sultan Banjar. Dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Gelar
tersebut menyematkan Pangeran Antasari sebagai pemimpin pemerintahan,
panglima perang sekaligus pemuka agama tertinggi. Gelar diberikan langsung di
hadapan para kepala suku Dayak dan adipati, penguasa wilayah Dusun Atas,
Kapuas dan Kahayan, yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya
Raja. Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar. Dia
juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir,
Murung, Bakumpai dan suku lainya yang berada di pedalaman sepanjang Sungai
Barito, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan. Sang Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin itu diangkat sebagai Sultan Banjar pada 14 Maret
1862. Pangeran Antasari diangkat sebagai Raja Banjar setelah Sultan Hidayatullah
ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran
Hidayatullah) dengan mengasingkan keduanya ke Cianjur. Pangeran Antasari pun
melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Dia langsung menyerukan kepada
seluruh rakyat, para panglima Dayak, para pejuang, alim ulama dan bangsawan
Banjar untuk melawan Penjajah. "Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!"
demikian seruan Pangeran Antasari. Sejarah mencatat, Pangeran Antasari dengan
300 prajuritnya pernah menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron
pada 25 April 1859.