Page 5 - KLIPINGBELMAWA290072019PAGI
P. 5
Judul
Lustrum 14 UGM: Upaya Menangkal Radikalisme Masuk Kampus
Media
Kompas.com
Terbit
29 Juli 2019
Tone
Positif
Hal/link
https://edukasi.kompas.com/read/2019/07/28/17190971/lustrum- 14-ugm-upaya-menangkal-radikalisme-masuk-kampus?page=all
PR VALUE
Rp.60.000.000
Jurnalis
Yohanes
Lustrum 14 UGM: Upaya Menangkal Radikalisme Masuk Kampus YOHANES ENGGAR HARUSUSILO Kompas.com - 28/07/2019, 17:19 WIB BAGIKAN: Komentar Franz Magnis Suseno dalam seminar nasional ?Ketahanan Moral dan Budaya Bangsa: Bela Negara dan Pencegahan Radikalisme di Kampus? di ruang seminar Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Yogyakarta (26/7/2019) (DOK. UGM) KOMPAS.com - Franz Magnis Suseno atau akrab disapa Romo Magnis dalam seminar nasional “Ketahanan Moral dan Budaya Bangsa: Bela Negara dan Pencegahan Radikalisme di Kampus” menyampaikan radikalisme dan eksklusivisme menjadi tantangan Pancasila dalam mengakomodasi kebangsaan. Seminar yang digelar dalam rangka Lustrum UGM ke-14 di ruang seminar Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Yogyakarta (26/7/2019) juga menghadirkan pembicara lain antara lain; Mochammad Maksum (Wakil Ketua Umum PBNU), Zuly Qodir (Anggota Lembaga Dakwah PP Muhammadiyah), Prof. Ismunandar (Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti), Pof. Bondan Tiara Sofyan (Dirjen Potensi Pertahanan Kemhan) dan lainnya. Peran negara dan pemimpin agama "Kita sekarang menghadapi radikalisme yang tidak menerima Pancasila dan beragama tapi eksklusif. Hanya 'aku' yang lain tidak, yang lain jadi nomor dua dan tiga,” kata Romo Magnis seperti dilansir dari laman resmi UGM.
Magnis mengaku prihatin paham terorisme dan tersebut menyebar ke banyak negara sekarang ini. Apalagi, pelaku bom bunuh diri di Filipina adalah sepasang suami istri dari Indonesia yang diketahui baru saja kembali dari perang Siria. Untuk mengantisipasi hal serupa dan melakukan deradikalisasi Magnis berpendapat kehadiran negara dan pemimpin agama sangat menentukan. “Kita bisa sepakati bahwa keagamaan harus dirasakan secara positif, pemimpin agama harus mampu meyakinkan umatnya bahwa agama tidak pernah mengajarkan kekerasan,” katanya. Belajar dari kudeta Mesir Meski radikalisme dan ekslusivisme dalam beragama menjadi bagian tantangan Indonesia dalam mewujudkan proses akomodasi kebangsaan, menurut Magnis Indonesia sangat beruntung karena pasca reformasi 1998 tidak terjadi perpecahan seperti dialami Mesir yang berakhir dengan kudeta militer. “Mesir mengalami seperti Indonesia tahun 1998,