Page 12 - KLIPINGDIKTI
P. 12
dengan hanya menerbitkan tulisan yang memang didukung oleh data-data empiris dan juga didukung oleh contoh serta bukti valid yang terpercaya.
Kami pikir hal inilah yang diharapkan dan diinginkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud dan Dikti yang memang sedang sangat gencar mendorong para pengajar untuk meneliti bahkan bekerja sama dengan para peneliti asing guna terciptanya penelitian- penelitian berkualitas yang sesuai dengan koridor akademis yang nantinya bukan hanya dapat dipandang di Indonesia, namun juga di mata internasional.
Ketika sebuah artikel (termasuk opini) yang ternyata memiliki logical fallacy (atau yang kami sebut sebagai pincang logika, di mana biasanya pengambilan kesimpulan kurang sesuai atau argumentasi kurang bisa diterima dan cenderung melompat atau mengeneralisasi tanpa diikuti dengan alasan yang tepat dan bukti yang cukup) diterbitkan, maka adalah menjadi tanggung jawab para peneliti lainnya untuk memberikan masukan dan perbaikan (correction).
Kami percaya bahwa ilmu pengetahuan dibangun secara bersama-sama, di mana jika ada pihak yang kurang tepat atau kurang bijak dalam menyampaikan pandangannya, maka pihak yang lain tidak membiarkannya. Kami juga melihat hal ini sejalan dengan semangat penelitian yang memang sedang digencarkan oleh pemerintah seperti yang telah kami ungkapkan di atas.
Tulisan yang ingin kami ulas adalah sebuah opini yang dimuat oleh Republika pada 10 Januari 2020, dengan judul Reynhard: Pola yang Berulang oleh Ihshan Gumilar. Tulisan ini memuat pendapat pribadi penulis yang sayangnya dibungkus seolah-olah berdasarkan sebuah fakta ilmiah, di mana kami memandangnya sebagai sebuah tulisan yang memiliki beberapa lompatan atau pincang logika. Kami khawatir jika dibiarkan dan tidak diluruskan, maka dampaknya akan misleading atau menyesatkan masyarakat.
Gumilar adalah mahasiswa program doktoral di University of Auckland (UoA). Tak berapa lama setelah tulisannya terbit, pihak UoA telah meminta Republika untuk menurunkan (take down) tulisannya yang berkaitan atau berafiliasi dengan universitas. Dengan kata lain, mahasiswa diperbolehkan untuk mengemukakan pendapat pribadinya selama tidak menyebutkan afiliasinya dengan universitas.
Selain itu, mahasiswa juga akan dianggap melakukan "penipuan akademik" jika mereka memberikan pendapat yang tidak berdasar atau tidak disertai dengan alasan, bukti, dan argumentasi yang tepat dan runut (ungrounded argument) yang dilakukan di luar bidang keahliannya.
Dari laman kampus UoA, kami mempelajari bahwa pihak universitas juga menekankan bahwa seluruh civitas akademika UoA harus menghormati kebijakan PBB yang berkaitan