Page 5 - KLIPINGBELMAWA26062019SORE
P. 5
kemampuan mereka dengan yang lulus lewat seleksi. Tapi setelah matrikulasi mereka menjadi mahasiswa-mahasiswa hebat,” paparnya.
Ramli menuturkan, jika pemerintah tetap mempertahankan kuota SNMPTN dengan pola undangan, maka tak boleh lagi ada batasan dengan dasar akreditasi sekolah. Kata dia, akreditasi sekolah terkadang ada permainan. Misalnya, akreditasi ditentukan berapa tebal amplopnya atau seberapa mewah pelayananannya.
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, kegigihan orangtua mempertahankan sekolah favorit karena pertimbangan akan lebih mudah mendapat kesempatan masuk PTN melalui jalur undangan atau SNMPTN yang melihat hasil hasil akreditasi sekolah.
Menurut Muhadjir, skema SNMPTN dengan kuota ini merupakan kebijakan yang tidak adil dan seharusnya dihapus. Sebab, sekolah-sekolah favorit setiap tahun mendapat kuota sangat tinggi.
“Biarlah anak memperjuangkan sesuai dengan individunya bukan karena sekolah. Jika memang anak bagus maka meskipun berasal dari sekolah akreditasi C, ia berhak untuk memperebutkan kesempatan masuk SNMPTN bukan mendapat kesempatan karena berada di sekolah tertentu,” ujar Muhadjir.
Mantan rektor Univeritas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menjelaskan, perlu ada evaluasi menyeluruh agar kebijakan pendidikan sejalan. Sebab sudah saatnya menghentikan praktik-praktik ketidakadilan.
Selain itu, kuota SMPTN sebaiknya dihapuskan karena bertentangan kebijakan zonasi. Pasalnya, dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPBD, pemerintah menggelar PPDB melalui tiga skema, yakni zonasi (90 persen), prestasi (5 persen), dan perpindahan orangtua/wali (5 persen) yang secara otomatis akan menghapus sekolah berlebel favorit untuk pemerataan pendidikan.
Untuk memperlancar kebijakan zonasi, Muhadjir mengaku, telah berkoordinasi dengan Kemristekdikti untuk evaluasi skema SNMPTN. “Respons Kemenristekdikti setuju, termasuk usulan kami mengenai dikembalikannya di lembaga LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan, red) untuk ada kuliah mayor dan minor sehingga setiap guru tidak menguasai satu mata pelajaran minimum serumpun,” pungkasnya. Merespons hal tersebut, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, akan memperbaiki skema penerimaan mahasiswa baru di PTN khusus untuk skema SNMPTN.
Dalam hal ini, pihaknya akan mempertimbangkan untuk menurunkan kuota 30 persen ini menjadi 20 persen, dengan sisanya akan dialihkan pada SBMPTN yang diyakini semakin baik karena menerima calon mahasiswa baru jalur seleksi mengunakan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK).
“Kami ingin menjaring anak-anak ke depan, nanti ada klaster, yang belum baik kita akan perbaiki. Karena kami percaya sistem akreditasi makin tinggi berarti kualitas sekolah makin baik, itu kami awalnya mempercayai di situ untuk jalur SNMPTN," kata Nasir. Minim Koordinasi
Sementara Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyarankan Kemdikbud dan Kemristekdikti untuk duduk bersama karena kebijakan kedua kementerian ini saling terkait.