Page 15 - KLIPINGBELMAWA26032019(sore)
P. 15

tetap bersikukuh cerpen itu adalah sastra, isinya fiksi," sambungnya.
Yael menjelaskan pembahasan penting dalam pertemuan itu adalah redaksi cerpen yang dianggap mengandung unsur pornografi. Pengurus tetap tidak terima dan tetap bilang jika itu karya sastra.
Sebagai penulis cerpen tersebut, Yael menganggap harusnya pihak kampus membuka diskusi untuk membedah isi cerpen.
"Mereka harusnya bedah isi cerpen. Bukan malah mengambil keputusan yang seolah terkesan gegabah dengan membubarkan kepengurusan. Rektor cuma mau sepihak. Kami mau ngasi pendapat terus dipotong. Ini pengekangan bagi kami dan pembungkaman kebebasan pers," ungkap Yael.
Lebih lanjut, Yael yang merupakan mahasiswa Departemen Antropologi Sosial Fisip USU ini, menganggap sama sekali tidak ada mengkampanyekan LGBT atau bahkan mendukungnya. Bahkan cerpen itu, menurutnya bukan ajakan kepada orang lain agar masuk ke komunitas LGBT sebagai kaum minoritas.
"Dalam cerpen itu, saya hanya ingin bercerita soal kondisi sosial diskriminasi terhadap LGBT. Supaya angka diskriminasi itu bisa ditekan," katanya.
Sejauh ini, lanjut Yael kampus hanya membubarkan kepengurusan. Mereka ex pengurus tidak ada menerima sanksi akademis.
"Kemarin kami ditanyai dari fakultas mana dan jurusan apa. Nggak tahu itu ancaman atau intimidasi juga," terangnya.
Perempuan berkacamata dan berambut ikal ini menceritakan bahwa Suara USU pernah mengunggah tema cerpen serupa pada 2017 lalu. Tapi cerpen itu tak terdeteksi kampus. Malahan cerpen milik Yael yang jadi memicu kampus melakukan penelusuran terhadap karya-karya di laman suarausu.co. "Cerpen itu yang buat mereka menganggap kami ini nggak bener. Karena mempublikasikan hal seperti itu. Rektor tidak bisa terima pendapat kami," jelas Yael. Sampai saat ini Surat Keputusan pembubaran itu belum di terima pengurus Suara USU. Mereka diberikan waktu dua hari pascapertemuan untuk mengosongkan sekretariat Suara USU yang berada di Pintu 1, Jalan Universitas, USU. Sementara itu, Rektor USU Runtung Sitepu membenarkan soal pembubaran. Keputusan diambil merujuk pada pertemuan mereka dengan Yael dan pengurus Suara USU.
"Tulisan itu sudah memicu reaksi publik. Polemik terjadi di kalangan mahasiswa, dosen hingga masyarakat luas. Ini kan sangat mengganggu nama baik USU. Kenapa bisa jadi begini. Ini yang saya tanyakan kepada mereka,” kata Runtung.
USU juga sudah bertanya kepada pendapat ahli sastra Haris Sutan yang ikut dalam pertemuan.
Dalam pertemuan itu, lanjut Runtung, ahli sastra juga meradang. Hasil karya sastra Yael dianggap mengandung unsur pornografi.
“Kalau dikonsumsi sendiri (cerpen) itu bisa. Tulislah cerpen seporno apapun, buat lukisan seporno apapun. Simpan dilacimu," katanya.


































































































   13   14   15   16   17