Page 6 - KLIPINGBELMAWA26032019(sore)
P. 6
tidak sesuai dengan visi misi USU. “Bahkan, pertemuan pada tanggal 25 Maret 2019 yang diharapkan menjadi ajang dialogis antara Pengurus SUARA USU dan rektorat justru menjadi forum intervensi yang berujung pada dicabutnya SK Kepengurusan terhadap 18 orang anggota SUARA USU,” tuturnya. Ia mengungkapkan, mengingat kebebasan berekspresi, berorganisasi dan menyampaikan pendapat merupakan hak konstitusional yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) maupun ICCPR pasal 19 yang diratifikasi menjadi UU No 12 Tahun 2005, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh Rektorat saat ini telah berubah menjadi persoalan fundamental yang dinilai melanggar prinsip Hak Asasi Manusia.
“Institusi pendidikan seperti kampus harusnya bisa bersikap lebih bijak dalam menyelesaikan polemik ini. Jika ada persoalan cara penulisan, maka dilakukan lah dialog yang rasional dan objektif terkait problem itu,” ungkapnya. Ia menyebutkan, Jikalau ada pola pikir yang dianggap tidak tepat, kampus harusnya lebih giat mendorong forum diskusi dalam rangka membangun nalar dengan melibatkan para narasumber untuk berdiskusi bersama pengurus SUARA USU. “Bukan mengambil langkah instant untuk kemudian berlindung dibalik otoritas dan kewenangan yang dimiliki. Langkah ini justru menunjukan arogansi yang tentu saja berpotensi mencederai hak konstitusional terkait kebebasan,” sebutnya.
Ia mengatakan, SUARA USU sebagai wadah pers mahasiswa yang dibentuk oleh kampus seharusnya terbiasa ditempah dengan nalar kritis dan dididik untuk terus bersifat independen. Bukan justru didikte dan dicecar ketika memberitakan berbagai persoalan yang terjadi dalam ruang lingkup kampus. “Ancaman untuk dibubarkan sesungguhnya bukan persoalan baru bagi SUARA USU, penyebabnya kerap kali terkait pemberitaan yang dianggap memojokkan dan memberikan citra negatif terhadap kampus,” katanya.
Ia menerangkan, dalam konteks pemberitaan, dalil demikian sama saja mengajarkan mahasiswa untuk membunuh daya nalar, mengekang sikap kritis dan mematikan kreatifitas. “Apa yang dialami oleh pengurus SUARA USU sangat potensial dialami oleh berbagai organisasi mahasiswa lain, khususnya yang berada dalam lingkup internal kampus. Bahwa cerita tentang semakin sulitnya berorganisasi dan menyampaikan pikiran kritis dalam lingkup kampus merupakan problem serius bagi kita dalam beberapa hari belakangan,” terangnya.
Ia mengungkapkan, dalam dimensi yang lebih luas, kondisi demikian merupakan salah satu bukti dari seabrek bukti lain terkait mundurnya demokrasi. “Yang amat disayangkan, bukti kemunduran tersebut salah satunya justru disumbang oleh institusi pendidikan seperti kampus. Wadah yang notabene merupakan asal tumbuhnya kebebasan dan akal pikiran,” ungkapnya.