Page 6 - KLIPINGBPPT30022019PAGI
P. 6

tenang setelah 2015. Kasus kebakaran menurun pada 2016-2018, tapi malah melejit lagi tahun ini. “Kejadian 2015 seharusnya bisa menjadi pelajaran penting agar tak terulang lagi,” ujar ahli kebakaran hutan itu pada Rabu, 18 September lalu.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika telah memprediksi musim kemarau tahun ini berlangsung lebih panjang. Puncaknya jatuh pada Agustus lalu. Namun dampak kekeringan ekstrem masih terasa di beberapa wilayah Indonesia hingga akhir November. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan durasi musim kemarau tahun ini merupakan yang terpanjang kedua, setelah 2015.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan telah mengantisipasi peringatan kemarau panjang BMKG dan kemungkinan terjadinya kebakaran. Wilayah yang pengawasannya paling tinggi adalah Sumatera dan Kalimantan. Sejak Februari lalu, helikopter patroli dan pemadam kebakaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disiagakan di Riau. Toh, kebakaran tetap meluas. “Setelah Juni, kekeringan sangat tinggi, sulit mencari air,” katanya.
Hujan buatan menjadi salah satu langkah untuk mengatasi kekeringan. Dalam teknologi modifikasi cuaca ini, natrium klorida disebarkan dari pesawat terbang untuk merangsang tumbuhnya awan hujan. Sekitar 163 ton garam telah disebarkan untuk memancing hujan buatan. Hujan buatan ini juga bisa membantu mengurai asap kebakaran di udara.
BMKG sempat kesulitan menciptakan hujan buatan karena awan tak mencukupi. Diperlukan awan minimal 80 persen agar hujan buatan berhasil. Sedangkan sejak Juli lalu langit Indonesia bersih dari awan. “Bibit-bibit awan yang akan disemai garam itu hampir tidak ada,” kata Dwikorita.
Kabut asap pekat dari kebakaran rupanya mengganggu proses pembentukan awan. Gumpalan asap yang melayang dan tertahan di angkasa menghalangi sinar matahari tembus ke bumi. Akibatnya, proses penguapan air yang menjadi cikal-bakal awan ikut terhambat.
BMKG bekerja sama dengan BNPB serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menggunakan kapur tohor aktif atau kalsium oksida untuk mengurangi asap dari kebakaran. BPPT menyiapkan sekitar 40 ton kapur tohor aktif di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, untuk disebarkan di Sumatera dan Kalimantan.
Kapur tohor aktif yang bersifat eksotermis alias dapat mengeluarkan panas itu ditaburkan dari pesawat di gumpalan asap untuk mengurai partikel dan gas. “Konsentrasi asap berkurang, awan terbentuk, dan garam bisa ditebar untuk hujan buatan,” tutur Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto.
Hujan buatan membantu memadamkan api di permukaan tanah. Namun kebakaran yang melalap lahan gambut lebih berbahaya. Luas lahan gambut


































































































   4   5   6   7   8