Page 9 - KLIPINGBPPT10102019PAGI
P. 9
bukan industri yang memproduksi melainkan meracik obat dari bahan baku yang diimpor. Padahal di sisi lain, Indonesia memiliki sumber bahan baku dari kekayaan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Baca juga: Menkes: industri farmasi meningkat dalam kurun tiga tahun
Kepala Balai Bioteknologi Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Agung Eru Wibowo menuturkan dalam upaya percepatan pengembangan obat di Indonesia, yang harus dibangun utamanya adalah kesiapan infrastruktur termasuk sumber daya manusia (SDM), fasilitas dan metode sehingga kemampuan untuk mendesain dan memulai untuk penemuan obat dapat dinilai siap.
"Untuk lima tahun ini arah utamanya adalah pembangunan kapasitas. Pertama, fasilitas riset dilengkapi. Kita mendapatkan beberapa peralatan. Kemudian SDM-nya dilatih, bagaimana SDM itu mampu 'meng-handle' sumber daya kemudian memanfaatkan isolasi senyawa dan kebetulan sumber daya yang kita gunakan adalah mikroba," tuturnya.
Melalui program Satreps atau Kemitraan Penelitian Sains dan Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan, BPPT dan JICA membangun kerja sama terutama pembangunan kapasitas, yang mana para peneliti BPPT salah satunya dilatih untuk memelihara mikroba, mengkoleksi, mengkarakterisasi, mengidentifikasi dan mencari senyawa yang potensial untuk bahan baku obat.
Kerja sama ini fokus pada persiapan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk mengembangkan bahan baku obat untuk antimalaria.
Baca juga: Bahan baku obat diharapkan diproduksi di dalam negeri
Pembangunan kapasitas ini untuk memperkuat sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber daya sekaligus didukung dengan fasilitas untuk menemukan bahan baku obat untuk antimalaria.
Program Director untuk kerja sama dalam kerangka Satreps yang juga peneliti di Balai Bioteknologi BPPT Danang Waluyo mengatakan pengembangan obat juga memerlukan dukungan pendanaan karena untuk mengembangkan dan memproduksi obat memerlukan setidaknya waktu 10- 15 tahun.
"Kalau saya melihat dari pengalaman perusahaan farmasi yang sudah mengembangkan obat, biaya yang dikeluarkan sangat besar dari