Page 8 - KLIPINGBELMAWA27072019SORE
P. 8
Ide ini sebenarnya sudah pernah dilontarkan Nasir beberapa waktu lalu dan mendapat kritikan karena dinilai tak perlu diungkapkan dan kurang kerjaan.
Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali menilai, kalaup pemerintah melakukan upaya-upaya intelijen tak perlu omongkan, tapi cukup dipantau saja bisa diketahui siapa mengunggah konten apa dan dari siapa pengaruhnya datang. "Sebab dengan konteks big data, bisa ketahuan siapa yang punya pengaruh atau tidak," ujarnya seperti dinukil dari Merdeka.com.
Suyatno, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia menilai, dengan mudahnya orang membuat akun media sosial, mahasiswa bisa mudah berganti-berganti akun. "Atau bisa juga satu mahasiswa punya akun medsos banyak, tapi akun yang didaftarkan hanya satu," ujarnya, Minggu (10/6/2019).
Ini sama halnya dengan kasus akun resmi capres dan isu intoleransi. Saat itu, aku resmi yang didaftarkan memang tak menyebarkan isu radikalisme, intoleransi, atau kecurangan pemilu. Namun tetap banyak akun pendukung atau simpatisan yang menyebarkan hoaks dan radikalisme.
Menurut Suyatno, soal ini serahkan saja ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) yang khusus membidangi masalah itu. Apalagi Kemenkominfo sudah gigih memberantas akun-akun yang dinilai radikal. "Dibandingkan sengaja mendata akun-akun (Kemenristekdikti) bisa dipikir kurang kerjaan, tidak ada kerjaan lain," ujarnya.