Page 5 - KLIPINGBPPT28112019SORE
P. 5
Tak berbeda dengan Swasmi, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ayu Savitri Nurinsiyah mengatakan jika sampai hari ini ia bisa menepis stigma bahwa peremuan peneliti tak bisa membagi waktu antara kerja meneliti dengan keluarga.
Alumni Universitas Padjajaran ini sangat bersyukur mendapatkan pasangan sesama peneliti yang tanpa banyak menjelaskan sudah tahu seperti apa pekerjaannya.
"Kalau peneliti sudah terlibat dalam bidang penelitian khusus akan menghabiskan banyak waktu di lokasi. Jadi teknisnya kami bergantian saja, misal saya yang lagi ada proyek maka suami jaga anak-anak, sebaliknya jika suami di lapangan maka saya yang menemani anak-anak," ucap ibu dua anak ini.
Sementara itu, Osi Arutanti mengatakan sangat bersyukur kariernya di bidang sains mendapat bimbingan dari para profesor yang memberikan kesempatan bagi perempuan untuk maju menjadi peneliti.
"Justru mereka lebih mengerti kalau ke perempuan juga suka ada kendala saat sedang mendapat halangan," ucap Osi yang ditemui usai penganugerahaan.
Selain itu, support system dari keluarga besar seperti orang tua juga berlaku bagi peneliti dari sejumlah lembaga ini. Beruntungnya, keluarga Osi tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki jadi peneliti. Ayahnya bahkan memintanya sekolah tinggi agar jadi peneliti. "Sebab memang masih ada yang saya tahu, di keluarga teman saya masih ada stigma jika perempuan itu harusnya di rumah saja," imbuhnya. Peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Widastuti Karim meyakini di masa sekarang sudah tak ada lagi stigma kalau perempuan lebih rendah dari laki-laki. "Kalau dulu di jurusan saya perempuan cuma ada 20 sementara laki-laki 100. Lalu sekarang saya jadi dosen jumlahnya fifty-fifty," ucap Widiastuti.
Justru, kata Widiastuti menjadi perempuan peneliti khususnya di masa kini lebih punya banyak kelebihan jika dibanding laki-laki, kalau meneliti lebih tekun.
"Belum lagi teman-teman laki-laki selama meneliti banyak melindungi dan menolong selama jalannya proses penelitian, kami tidak dibiarkan jalan sendiri," ucapnya ditemui usai penganugerahan L’Oréal-UNESCO For Women in Science di Jakarta, Selasa 26 November 2019.
Keempat pemenang ini, masing-masing akan menerima fellowship sebesar 95 juta rupiah dari L’Oréal Indonesia untuk mewujudkan penelitiannya.
Dilangsungkan sejak tahun 2004, L’Oréal-UNESCO For Women in Science mempunyai misi untuk mengakui, menyemangati, dan mendukung wanita di bidang sains, sehingga semangat perempuan di bidang sains meningkat.
Umesh Phadke, President Director of L'Oréal Indonesia mengatakan progam ini telah memberikan fellowship kepada 57 perempuan peneliti di Indonesia, lima di antaranya telah menerima penghargaan internasional.