Page 13 - LOMBAJURNALIS
P. 13
“Mengenal penduduk desa Kalimantan meyakinkan saya bahwa saya juga kawan-kawan mahasiswa lain memiliki tugas berat untuk membangun negeri ini lebih baik lagi,” sambungnya.
Risky tidak sendiri. Ada 9 mahasiswa lain juga dosen pembimbing yang bertugas di Desa Kalimantan. Mereka bahu membahu membantu penduduk setempat untuk mengejar ketertinggalan. Melalui program sekolah berbasis masyarakat, motivasi belajar dan ice breaking, tim KKN Merajut Nusantara II kelompok Desa Kalimantan mendapat tugas pengabdian pada masyarakat untuk bidang pendidikan.
“Di desa ini, hampir 90 persen warganya buta huruf. Ini pekerjaan yang tidak ringan yang harus kami selesaikan hanya dalam kurun 10 hari saja,” lanjutnya.
Barangkali mengajarkan menulis dan membaca dalam 10 hari tidak akan berhasil maksimal. Tetapi setidaknya kurun waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan motivasi bagi penduduk setempat agar terus belajar dan belajar, memotivasi penduduk untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Marhaji, 40, warga Desa Kalimantan yang berprofesi sebagai buruh perkebunan nanas mengatakan kehadiran mahasiswa dan dosen KKN Merajut Nusantara II memang tidak berhasil membuatnya bisa membaca dan menulis. Tetapi kini ia bertekad untuk menyekolahkan anaknya hingga universitas.
“Jangan sampai nasibnya sama dengan bapaknya. Anak-anak harus sekolah tinggi, bisa sukses seperti yang ada di televisi. Atau seperti adik-adik mahasiswa yang pada datang ke desa kami. Senangnya,” kata Marhaji.
Perjalanan menegangkan
Menuju Desa Kalimantan menyisakan kisah perjuangan tersendiri bagi Risky juga mahasiswa lainnya. Mereka harus menempuh perjalanan yang jauh menggunakan pesawat Hercules, transportasi darat, hingga perahu.
“Kami bergabung bersama 250 peserta KKN dari 35 perguruan tinggi wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Menuju Pontianak menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU pada 11 Maret 2019 dari Halim Perdana Kusuma Jakarta,” kata Risky.
Di perut pesawat Hercules yang membawa para mahasiswa, lanjut Risky tidak dijumpai kursi empuk, pramugari cantik atau berbagai layanan lainnya seperti pada pesawat komersiil. Para mahasiswa duduk berhadap-hadapan, dengan gunungan kardus logistik di tengah badan pesawat, tak ubahnya pesawat cargo.
“Takut? Pasti. Setidaknya rasa itu tergambar dari wajah-wajah kami yang tegang, cemas, galau dan bibir yang tak kunjung berhenti melantunkan doa,” kata Sodik, peserta KKN lainnya.
Sepanjang mengudara, lanjut Sodik, tak satupun mahasiswa bersuara, semua diam seribu bahasa. Terlebih saat beberapa kali pesawat menghantam gelombang udara. Hingga akhirnya 150 menit waktu tempuh yang menegangkan itu berakhir sudah.
“Kami mendarat dengan selamat di Pontianak untuk kemudian melanjutkan perjalanan darat menuju Kota Sambas lalu ke kecamatan Paloh dan terakhir Desa Kalimantan. Total