Page 9 - KLIPING BELMAWA (23 Juli 2019 - Pagi) (1)
P. 9

tambahnya.
IDI menyoroti adanya delapan kelemahan UU Pendidikan Kedokteran karena bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Daeng M Faqih menyebutkan pertama dalam UU tersebut tidak mengatur pembukaan dan penutupan fakultas kedokteran sehingga diduga banyak terjadinya penyimpangan dalam pembukaan fakultas kedokteran baru.
Kedua, pengaturan rumah sakit pendidikan bertentangan dengan kaidah-kaidah pendidikan itu sendiri. Serta bertentangan dengan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional, dan tidak mendukung operasional BPJS Kesehatan.
"Ketiga, di dalam UU Pendidikan Kedokteran tidak ada pasal yang mengatur tentang pengawasan fungsional fakultas kedokteran, sehingga terjadi celah menganga dalam disparitas kualitas pendidikan," tambahnya.
Keempat, UU ini tidak mengakomodasi subsistem pemerataan distribusi dokter di Indonesia, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
"Fakta lapangan menunjukkan ada sekitar 3000 puskesmas yarg tidak ada dokter padahal produksi dokter telah mencapai 10-13 ribu orang per tahun. Dan kelima UU Pendidikan Kedokteran juga tidak mendukung konsep wilayah."
Adapun keenam, UU Pendidikan Kedokteran tidak sesuai dengan filosofi pendidikan yang dimilliki 3.000 fakultas kedokteran yang terhimpun dalam World Federation of Medical Education.
"Ketujuh, UU ini tidak memperhatikan potensi dan peran serta pemerintah daerah dalam pengembangan fakultas kedokteran. Sehingga pemerintah daerah dan fakultas kedokteran berjalan sendiri-sendiri," lanjut Daeng.
Dan kedelapan adalah pendidikan spesialis tidak diatur dalam UU Penddiikan Kedokteran sehingga menghambat dinamika pengembangan. Menurut IDI, UU Pendidikan Kedokteran ini telah menjadi perhatian BPK dan KPK karena penuh dengan kejanggalan. (OL-3)


































































































   6   7   8   9   10