Page 53 - KM IPS-BS-KLS-IX
P. 53

Kearifan  lokal  yang sedang  kita pelajari  termasuk ke  dalam wujud
                 budaya  yang  tidak  bisa  disentuh  atau  dilihat  secara  langsung,  namun
                 kita bisa mengamatinya dari tindakan atau aktivitas serta produk yang

                 dihasilkan. Kearifan lokal, sesuai dengan arti katanya, adalah nilai-nilai
                 kebijaksanaan atau ajaran kebaikan yang diwariskan secara turun temurun
                 di suatu masyarakat tertentu. Kearifan lokal lahir dari pengalaman panjang

                 sebuah masyarakat dalam memaknai kehidupannya. Oleh karenanya
                 di dalam kearifan lokal biasanya terdapat panduan hidup mengenai apa
                 yang boleh dan tidak boleh dilakukan demi kelangsungan hidup yang
                 berkelanjutan (sustainable development).

                    Kita dapat melihat salah satu contoh kearifan lokal misalnya seperti
                 ajaran Pitutur Tilu di masyarakat Sunda yang mendiami daerah Jawa Barat.

                 “Pitutur Tilu” berarti “Tiga Nasihat”. Tiga nasihat tersebut terdiri dari Tata
                 Wayah (Tata Waktu), Tata Lampah (Tata Perilaku), dan Tata Wilayah (Tata
                 Ruang). Tata Waktu mengajarkan hal-hal terkait pembagian waktu yang
                 tepat dalam beraktivitas, baik dalam satu hari maupun satu tahun penuh.
                 Termasuk  di  dalamnya  ada  anjuran  waktu  yang  tepat  untuk  memulai

                 pertanian dan memanen hasilnya. Tata Perilaku mengajarkan cara
                 bersikap yang sesuai dengan norma kesopanan, baik untuk berinteraksi
                 dengan orang yang lebih tua, teman sebaya, maupun orang yang lebih
                 muda. Sementara Tata Ruang mengajarkan cara menata lahan untuk

                 aktivitas penunjang kehidupan.
                    Dalam upaya menata lahan untuk kelangsungan hidup yang
                 berkelanjutan,  masyarakat Sunda  mengenal  ajaran sebagai berikut:

                 “Gunung Kaian, Gawir Awian, Cinyusu Rumateun, Sempalan Kebonan, Pasir
                 Talunan, Datar Sawahan, Lebak Caian, Legok Balongan, Situ Pulasareun,
                 Lembur  Uruseun,  Walungan  Rawateun,  &  Basisir  Jagaeun” yang kurang

                 lebih berarti “Gunung harus dibiarkan menjadi hutan, tebing harus
                 ditanami bambu, mata air harus dipelihara, tanah kosong harus dijadikan
                 kebun, bukit harus ditanami, dataran luas untuk dijadikan sawah, daerah
                 rendah  untuk menampung air, cekungan  dijadikan  kolam,  danau  harus
                 dipelihara, pemukiman harus diurus dengan baik, sungai harus dirawat,




                                                           Tema 01: Manusia dan Perubahan  45
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58