Page 202 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 202
Pola kebijakan kehutanan yang demikian itu menurut Malik
197
mengakibatkan pengelolaan hutan di Indonesia lebih menguntungkan
tiga stakeholders, yakni : (1) perusahaan komersial yang menguasai
produksi dan pengolahan kayu, yang diuntungkan oleh kebijakan
pemerintah, (2) kapitalis birokratik dalam tubuh pemerintah yang
menjalin hubungan bisnis saling menguntungkan dengan perusahaan
swasta yang bergerak di sektor, (3) birokrat di Departemen kehutanan
itu sendiri, yang memiliki otoritas terhadap tiga perempat kawasan hutan
negara.
Pengakuan yang demikian itulah yang menjadikan Undang-Undang
Kehutanan tersebut tidak secara maksimal memberikan kebebasan dasar
kepada masyarakat hukum adat melainkan menentukan batasan-batasan
yang semakin sulit untuk dijangkau oleh masyarakat adat.
f. Undang-Undang Pokok-Pokok Pertambangan
Dalam bidang pertambangan melalui Undang-Undang No. 11 Tahun
1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara, secara tegas memberikan ruang bagi negara untuk
menguasai sumber-sumber daya pertambangan dengan rumusan sebagai
berikut:
“... semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan endapan-endapan alam
sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah Kekayaan Nasional
Bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan
oleh negara dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh
negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Arahan yuridis tentang Hak Menguasai Negara (HMN) terhadap
sumber daya pertambangan tersebut telah menyebabkan distribusi
hak pengasuhan dan pemanfaatan bahan-bahan tambang dilakukan
oleh pemerintah yang bertindah mewakili negara. Bahkan, Undang-
Undang pokok pertambangan tersebut secara tegas menyatakan bahwa
197 Malik, Ichsan, dkk.,.. Menyeimbangkan kekuatan: Pilihan Strategi Menyelesaikan
konflik Atas Sumberdaya Alam, Jakarta: yayasan kamala, hal 236 jakarta 2003
185