Page 169 - JALUR REMPAH
P. 169

Terbentuknya Komunitas Pesisir dalam Perniagaan Rempah | 155


                 jalur selatan. Cara kerja seperti itu membutuhkan waktu panjang, situasi itu
                 membuat pedagang Cina untuk memutuskan tinggal sementara di kepulauan
                 Banda.

                     Orang-orang Cina di Banda Naira tinggal di blok bagian timur atau di
                 belakang dekat pelabuhan nelayan. Mereka berinteraksi dengan suku bangsa
                 lainnya hanya ketika berniaga di pasar, namun setelah itu kembali ke rumah
                 mereka.  Orang-orang  Cina  membawa  pula  adat-istiadat  termasuk  agama
                 kepercayaan mereka ke Banda. Mereka sangat taat dengan agama kepercaannya,
                 dan jarang atau hampit tidak ada yang berpindah ke agama lain.

                     Pedagang Cina juga rajin berlayar ke pulau Maluku untuk mendapatkan
                 cengkeh. Mereka juga seringkali berlayar ke  pelabuhan  Surabaya untuk
                 menyerahkan rempah-rempah kepada agen besar. Setelah itu, mereka kembali
                 ke Banda dengan membawa beras, bawang merah dan putih serta lada. Dalam
                 pelayaran kembali ke Banda, mereka singgah di  pelabuhan Sumba,  Nusa
                 Tenggara Timur, untuk membawa kain tenun.

                     Kampung Cina di Banda Naira mempunyai rumah-rumah tembok tebal,
                 atap berat dari genting dan adanya loteng—yang hanya dihuni pada malam
                 hari—memungkinkan untuk menahan panas ruangan dan mengisolasi lantai
                 dasar. Ruang-ruang yang ditata berderet, antara beranda yang menghadap ke
                 jalan dan halaman belakang, mendukung aliran udara secara permanen dan
                 menjamin ventilasi yang optimal. Dinding yang dicat putih dengan kapur dan
                 terutama lantai, yang dibuat dari ubin, di samping higienis juga menambah
                 kesegaran dan memudahkan perawatan. Di abad ke-14 dan ke-15, rumah-
                 rumah mereka berhadapan dengan laut, dan tentunya dengan Pulau Gunung
                 Api.

                     Sebagaimana dipaparkan sekilas di atas orang-orang Cina di Banda sangat
                 puritan dengan agama kepercayaan mereka, nyaris tidak ada seorang pun di
                 Banda yang berpindah kepada kepercayaan lain. Untuk memantapkan dan
                 melanggengkan  kepercayaan  dan  kebudayaan  mereka,  di  tengah  kampung
                 Cina itu dibangun klenteng. Nama klenteng itu adalah Son Tien Kong yang
                 berarti “Rumah Kuasa Tuhan” menurut sumber Cina di Banda Naira dibangun
                 pada akhir abad ke-16. Klenteng itu dibangun khusus dengan mendatangkan
                 tukang-tukang dari  Cina. Posisi  klenteng Son Tien Kong pada abad ke-16
   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174