Page 125 - TUGAS IT KELOMPOK 1
P. 125
demikian, ayahnya tetap memaksa agar ia kembali ke masjid Ahmadi di Tantha untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Kendatipun demikian, Muhammad Abduh telah bertekad
untuk tidak kembali ke Thanta, ia pun lari ke suatu desa Syibral Khit di rumah paman
Muhammad Abduh atau saudara ayahnya. Ia menemui pamannya yang bernama
Syaikh Darwisy Kadhr yang baru saja kembali dari Libia dan Tripoli dalam
lawatannya belajar agama Islam dan tasawwuf (Tarikat Syadli).
Melalui jasa Syaikh Darwisy inilah, Muhammad Abduh akhirnya kembali
mencintai ilmu pengetahuan dan bertekad kembali ke masjid Syaikh Ahmadi untuk
menyelesaikan studinya. Setelah belajar di Tantha, pada tahun 1866 ia melanjutkan ke
perguruan tinggi al-Azhar di Kairo Di al-Azhar, Muhammad Abduh belajar mengenai
tafsir al-Qur‟an dan ilmu Fiqh, ilmu Kalam dan ilmu Ushul, dengan segala macam
alirannya serta bahasa Arab dengan kaidah nahwu dan sharafnya. Metode
pembelajaran di al-Azhar, tidak jauh berbeda dengan metode yang diterapkan di
Masjid Syaikh Ahmadi. Oleh karena itu, tidak heran jika Muhammad Abduh mencari
tambahan ilmu di luar al-Azhar.
Sewaktu Muhammad Abduh masih menjadi mahasiswa alAzhar, pada tahun 1866
Jamaluddin al-Afghany datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Pada Tahun
inilah Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin al-Afghany untuk pertama kali
bersama teman-temannya. Selanjutnya, Jamaluddin al-Afghany berkunjung kembali
ke Mesir untuk kedua kalinya dengan tujuan akan menetap di Mesir pada tahun 1871.
Kedatangan alAfghany yang kedua, tidak disia-siakan Muhammad Abduh. Ia selalu
mengikuti ceramah-ceramah yang disampaikan oleh al- Afghany di Mesir.
Pertemuan Muhammad Abduh dengan al-Afghany, benarbenar telah membuka
wawasan pemikiran Muhammad Abduh. Pada tahun 1871, Muhammad Abduh aktif
menulis karangan di media alAhram. Melalui media ini, tulisan Muhammad Abduh
sampai ke telinga para „ulama al-Azhar yang sebagian besar dari mereka tidak
menyetujuinya. Selain aktif menulis di al-Ahram, Muhammad Abduh juga menulis
kitab karangan seperti Risalah al-Aridat (1873) dan Hasyiah-Syarah al-Jalal ad-
Dawwani Lil-Aqa‟id al-Adhudhiyah (1875). Dalam menulis kitab karangannya,
Muhammad Abduh ketika itu baru berumur 26 tahun. Hasil karangannya sangat
mendalam membahas mengenai aliran-aliran filsafat, ilmu kalam, tasawuf serta
mengkritik pendapat-pendapat yang menurut Muhammad Abduh salah.
114

