Page 122 - TAFSIR_INDONESIA_MAPK_KELAS X_KSKK_compressed_Neat
P. 122
Asbābun nuzūl ayat ini ialah saat kaum Bani Israil memerintahkan orang lain
(saudaranya) untuk tetap menaati Allah Swt, namun mereka sendiri tidak melakukan hal itu.
Menurut Ibnu Abbas, mereka itu adalah orang Yahudi Madinah yang enggan masuk islam,
padahal sudah dicantumkan dalam Taurat bahwa Allah akan menyiksa orang yang hanya bisa
mengatakan tetapi ia sendiri tidak melakukannya.
Sikap buruk ini sangat dikecam dalam Islam bahkan ajaran tersebut sudah disampaikan
oleh para nabi sebelumnya. Rasulullah Saw. pun telah memberikan teladan kepada umat manusia
untuk berupaya dalam menyelaraskan antara ucapan dan tindakan (ṣiddīq). Tidak banyak
memberi komentar terhadap hal-hal yang tidak pernah dilakukannya harus diupayakan sejak dini,
mengontrol lisan dari perkataan yang mengada-ada adalah cara tepat dalam menjauhi siksa Allah,
sebagaimana kaum Yahudi saat itu.
Secara spesifik, ayat ini juga menjadi pegangan bagi para pendakwah (da’i/muballigh)
agar selalu istiqomah menjaga sikap dan ucapannya di manapun berada. Mereka adalah public
figure yang ucapan dan perbuatannya menjadi “jaminan” baik atau buruknya citra Islam.
Tanggung jawab itu juga ditambah dengan tugas mereka sebagai komando amar makruf nahi
munkar sehingga dituntut penuh untuk selalu beramal saleh.
Seorang mukmin hendaknya menjaga stabilitas “voltase” imannya, salah satu yang telah
ditetapkan al-Quran ialah meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mendirikan salat.
Kedua solusi ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadisnya bahwa beliau
hatinya risau disebabkan suatu masalah, kemudian beliau segera mendirikan salat. Sedangkan
perintah sabar ditujukan kepada orang- orang Yahudi yang terhalang keimanannya disebabkan
ketamakan dan ingin kedudukan (kekuasaan). Kemudian mereka diperintahkan untuk bersabar
dengan puasa, karena puasa dapat melenyapkan keinginan-keinginan itu.
Ibadah salat menjadi solusi jitu untuk mengembalikan ketentraman jiwa. Ia mendidik
konsentrasi pikiran dan kelembutan hati secara bersamaan melalui gerakan- gerakan sujud, ruku’,
takbir, hingga salam. Ragam gerakan tersebut dapat menstimulan hati untuk kembali tunduk dan
merasa hina di hadapan Allah dan melahirkan jiwa-jiwa pasrah serta yakin terhadap pertolongan
Allah, juga melenyapkan sifat sombong, dengki, dan putus asa. Sedangkan sabar dapat
menguatkan hati dengan menahan ucapan dan tindakan yang dibenci Allah sebab mempercayai
rahmat-Nya. Sabar juga mampu menghapus gejolak nafsu yang berlebihan dan akan berdampak
buruk bagi keselamatan diri sendiri.
102 TAFSIR MA KELAS X