Page 102 - Buku Paket Kelas 6 Agama Hindu
P. 102

         96
Kelas VI SD
biarlah bagian-bagian yang masih bisa dimakan ini untukku saja.” Sambil berkata begitu, Kera langsung mengupas beberapa buah pisang yang katanya terlalu masak dan rusak itu lalu memakannya.
Ternyata, banyak sekali pisang yang kata Kera terlalu masak. Itu berarti semakin sedikit jumlah pisang yang bisa dibagi dua dengan kancil. Lama-lama tahulah Kancil bahwa apa yang dikatakan Kera itu tidak benar. Dari kulit pisang yang terus dibuangnya ke bawah, ternyata tidak semuanya rusak. Kancil memungut beberapa kulit pisang itu dan berkata:
"Hai, Kera, kulit pisang ini kelihatannya baik-baik saja. Semua bagus-bagus, tidak terlalu masak atau rusak seperti yang kau katakan.” Di luar dugaan Kancil, tiba-tiba Kera tertawa keras sekali, dengan nada yang sangat mengejek pula.
"Kancil, Kancil, ternyata kau tidak secerdik yang ku kira. Buktinya sekarang ini. Sudahlah, diam saja kau di situ, tunggu aku menghabiskan pisang ini. Setelah habis nanti tolong bersihkan sampah yang berserakan itu. Anggap saja aku ini tuanmu. Ha Ha Ha.”
Malu dan marah sekali Kancil ditipu dan diperlakukan seperti itu. Ingin rasanya ia melempar Kera penghianat itu dengan apa saja, asal terbalas sakit hatinya. Tak kusangka hatimu sebusuk itu, Kera. “Ternyata hatimu lebih busuk dari hati buaya yang licik dan rakus itu. Kau tidak pantas makan pisang. Kau lebih pantas makan bangkai. Ya bangkai, biar tambah busuk hatimu,” kata Kancil dengan geram. Mendengar itu malah Kera tertawa lebih keras. Kancil terus mengumpat dengan bermacam-macam umpatan yang tidak enak di dengar.
Karena terus menerus diumpat, kera menjadi marah. Ia pun membalas umpatan itu dengan kulit pisang. Kulit-kulit pisang itu tidak saja dibuang ke bawah, tetapi dilemparkan ke arah Kancil. Terus, terus, dan terus. Lama kelamaan, karena tidak sabar lagi mengupas pisang, memakan isinya, dan melemparkan kulitnya kepada Kancil, Kera mulai melempar Kancil dengan pisang yang masih utuh.
Di bawah, Kancil menangkap pisang-pisang itu, mengupas dan memakannya sambil terus mengejek. Semakin banyak ejekan yang diteriakkan Kancil, semakin banyak pisang yang diterimanya. Ketika pisang di pohon itu hampir habis, Kancil pun lari. Perutnya sudah buncit karena kekenyangan.
Setelah Kancil lari, sadarlah Kera. Ejekan-ejekan itu rupanya akal cerdik Kancil untuk mendapatkan pisang. “Kurang ajar dia, pisang yang diperolehnya lebih banyak dari pada yang aku makan.”
          
























































































   100   101   102   103   104