Page 48 - Buku Paket Kelas 6 Agama Buddha
P. 48
Para utusan itu malah bertindak lebih cepat lagi untuk menangkapnya dan memaksanya kembali. Anak itu berpikir dalam hati bahwa meskipun ia tak bersalah, ia akan dipenjarakan juga, dan hal ini berarti kematiannya, sehingga bertambah ngeri dan takut hatinya. Akhirnya ia pingsan dan rubuh ke tanah.
Sang ayah yang melihat dari kejauhan kemudian memerintahkan utusannya sambil berkata, “Tidak ada gunanya orang ini ditangkap, jangan membawanya dengan paksa. Teteskan air dingin pada wajahnya agar ia sadar kembali dan jangan bicara apapun lagi kepadanya.”
Sang ayah mengetahui watak anaknya yang rendah diri dan menyadari kedudukannya sendiri seperti seorang raja, telah menyebabkan kedukaan pada anaknya. Ia semakin percaya bahwa anak ini adalah anaknya, tetapi dengan kebijaksanaan ia tidak mengatakan apapun pada orang lain bahwa anak ini adalah anaknya yang sejati. Salah seorang utusan itu kemudian berkata kepada anak malang itu, “Sekarang engkau dibebaskan. Pergilah ke mana engkau suka!” Anak malang itu menjadi gembira karena memperoleh apa yang diharapkannya. Ia bangkit dan pergi ke sebuah perkampungan yang miskin untuk mencari sandang pangan. Orang tua yang ingin menarik hati anaknya itu, kemudian mulai mengatur suatu rencana. Dengan diam-diam ia mengirim 2 orang untuk mengunjungi anaknya dan mengusahakan agar anaknya kembali serta diberikan pekerjaan untuknya. Setelah menemukannya, mereka menawarkan anak malang itu pekerjaan membersihkan kotoran. Sang ayah yang sedang memperhatikan dari kejauhan itu, dicekam rasa haru dan kasihan kepadanya. Perawakan anaknya yang ceking, kurus dan muram dikotori dan dinodai oleh tumpukan kotoran serta debu.
Kemudian ia menanggalkan untaian permatanya,
pakaiannya yang lembut dan perhiasannya. Sang
ayah mengenakan pakaian kasar, compang camping
serta kotor, lalu melumuri tubuhnya dengan debu.
Dengan sikap tegas ia mendekati anaknya serta
berkata, “Tinggallah dan bekerjalah di sini, jangan
pergi ke mana-mana lagi, akan aku naikkan upahmu,
dan apa pun yang engkau perlukan, janganlah ragu-ragu untuk mengatakannya. Aku akan memberikanmu seorang pelayan yang sudah tua. Tenangkanlah hatimu, anggaplah aku seperti ayahmu sendiri dan jangan takut lagi. Betapa pun juga saya sudah tua dan lanjut usia, sedangkan engkau masih muda belia dan perkasa.
Orang tua itu melihat bahwa selama dia bekerja, sang anak belum pernah menipu, malas, marah ataupun menggerutu. “Mulai saat ini dan seterusnya, engkau akan aku anggap sebagai anakku sendiri yang kulupakan” kata orang tua itu. Kemudian, orang tua itu memberinya nama baru dan memanggilnya seperti anaknya. Meskipun anak itu bersuka-cita atas kejadian ini, tetapi ia masih juga berpikir tentang dirinya hanyalah sebagai seorang buruh rendahan. Sang anak melanjutkan pekerjaannya selama 20 tahun di kediaman orang tua tersebut. Selama kurun waktu tersebut, akhirnya timbullah rasa saling mempercayai di antara mereka sehingga ia dapat keluar masuk dengan leluasa. Meskipun demikian, tempat kediaman sang anak masih tetap di tempat semula.
Ketika orang tua itu jatuh sakit, dan menyadari bahwa sebentar lagi ajalnya akan tiba, ia berkata kepada si anak malang itu untuk menyetujui petunjuk dan perintahnya.
Cakrawala
Jadilah pewaris Dharma, bukan pewaris kekayaan duniawi. (Majhima Nikaya I:3)
42 Kelas VI SD