Page 66 - Buku Paket Kelas 6 Agama Buddha
P. 66

E. Godaan Mara
  Sumber: ratnakumara.wordpress.com Gambar 4.6 Godaan Mara
Pada saat Petapa Siddharta melakukan meditasi muncullah Mara, dewa hawa nafsu. Mara bermaksud menghalang-halangi Petapa Siddharta memperoleh Penerangan Agung. Kemunculan Mara juga disertai dengan balatentaranya yang mahabesar. Balatentara itu ke depan, ke kanan, dan ke kiri lebarnya 12 league dan ke belakang sampai ke ujung cakrawala, sedangkan tingginya 9 league. Mara sendiri membawa berbagai macam senjata dan duduk di atas gajah Girimekhala yang tingginya 150 league. Melihat balatentara yang demikian besar datang, semua dewa yang sedang berkumpul di sekeliling Petapa Siddharta seperti Maha-Brahma, Sakka, Rajanaga Mahakala, dan lain-lain, segera menyingkir dari tempat itu. Petapa Siddharta ditinggal sendirian dengan hanya berlindung kepada sepuluh kesempurnaan
kebajikan (Paramita) yang sejak lama dilatihnya. Mara berusaha untuk menakut-nakuti Petapa Siddharta dengan hujan besar disertai angin kencang dan halilintar yang berbunyi tak henti-hentinya. Lalu, diikuti dengan pemandangan-pemandangan lain yang mengerikan. Namun demikian, usaha Mara tersebut ternyata gagal semua. Akhirnya Mara menyambit dengan Cakkavudha, yang ternyata berubah menjadi payung yang dengan tenang bergantung dan melindungi kepala Petapa Siddharta.
Mara kehabisan akal dan tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi. Dengan perasaan panik serta marah, ia meneriakkan perintah (kepada pasukannya),“Mengapa kalian hanya berdiri diam di sana? Jangan biarkan Pangeran Siddhattha ini mencapai cita-cita-Nya menjadi Buddha; tangkap Dia, bunuh Dia, tusuk, dan hancurkan Dia. Jangan biarkan Dia melarikan diri. ”Ia sendiri mendekati Bodhisatta, duduk di punggung gajah Girimekhala. Sambil melambai-lambaikan sebatang anak panah, ia berkata kepada Bodhisatta, “O Pangeran Siddhattha, menjauhlah dari singgasana permata itu.” Pada saat itu, prajurit- prajurit Màra terlihat dalam wujud yang menakutkan, dan mengancam dengan tindakan- tindakan yang menakutkan.
Yang dilakukan Petapa Siddharta adalah bagaikan seorang ayah yang penuh welas asih. Beliau tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun kepada putranya yang nakal, bahkan sebaliknya ia akan merangkulnya, memangkunya dan menidurkannya di pangkuannya dengan cinta kasih dan welas asih. Demikian pula Bodhisatta mulia, Petapa Siddharta memperlihatkan kesabaran terhadap semua perbuatan buruk dari Màra yang jahat. Petapa Siddharta tidak sedikit pun merasa sedih, ataupun merasa takut. Bahkan Petapa Siddharta melihat Mara dengan penuh cinta kasih dan welas asih.
Bumi telah menjadi saksi, bahwa Petapa Siddharta lulus dari semua percobaan dan layak untuk menjadi Buddha. Gajah Girimekhala berlutut di hadapan Petapa Siddharta dan Mara menghilang, lari bersama-sama dengan balatentaranya. Para dewa yang
  60 Kelas VI SD



























































































   64   65   66   67   68