Page 50 - MODUL APRESIASI PROSA Berbasis kearifan Lokal Batak Toba
P. 50
Ompu Halto dapat diselamatkan, namun postur tubuhnya tidak tegap
seperti semula, tetapi membungkuk karena tulang punggungnya telah
patah.
Jejak-jejak harimau itulah yang sebenarnya merupakan guru
Ompu Halto yang telah menjilati punggungnya agar terhindar dari
kerusakan yang parah. Sedangkan di tempat lain, pasukan Marsose
melanjutkan ekspedisi mengikuti arus sungai Sisira Rambe, terus ke hilir
menyusuri daerah Lae Toras, Tarabintang, Gaman, Onggol, Pinim,
Buluampa, Napahorsik terus ke Parlilitan. Andaikata mereka belok ke
arah kanan, mereka akan tiba di Simatabo.
Sementara itu, setelah dua bulan rombongan Sisingamangaraja
berada di Simatabo, mereka menuju ke Pusuk melewati gunung Tindian
Laut dengan kemiringan 75o. Di gunung terjal ini kadang-kadang mereka
menjumpai ikan lele yang bermigrasi dari bawah ke atas melalui akar-akar
kayu dan lumut yang basah, sampai di puncak gunung tinggal 300 m ke
bawah sudah ada mata air. Menurut kepercayaan mereka, ikan lele ini
tidak boleh diganggu. Dari Pusuk, rombongan dievakuasi melalui desa
Siringo-ringo, Kual-kuali, terus ke Sionomhudon tepatnya di Bungus
Pearaja.
Waktu itu, pasukan Marsose tiba di Sionomhudon dan
mengobrak-abrik semua desa serta menyiksa rakyat. Mereka mengalami
kesulitan, karena rakyat tidak mengetahui bahasa Batak Toba, rakyat desa
ini berbahasa Dairi, sehingga semua interogasi yang dilakukan pasukan
Marsose tidak dapat dijawab oleh rakyat setempat. Kemudian ekspedisi
diintensifkan ke seluruh pelosok dan seorang rakyat biasa tertangkap dan
disiksa. Karena tidak tahan atas siksaan itu, ia terpaksa mengeluarkan

