Page 16 - e-modul bab 3 PAI
P. 16

Dengan  sifat  muamalat  seperti  ini,  maka  syariat  Islam  dapat
                   terus-menerus  memberikan  dasar  spiritual  bagi  umat  Islam  dalam
                   menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama
                   di bidang ekonomi, politik, budaya dan sejenisnya (Dirjen Pembinaan
                   Kelembagaan Agama Islam, 1999 – 2000:140).

                          Dalam aspek muamalat, Nabi SAW hanya meletakkan prinsip-
                   prinsip  dasar,  sedangkan  pengembangannya  diserahkan  kepada
                   kemampuan  dan  daya  jangkau  pikiran  umat.  Lapangan  atau  obyek
                   ibadah  umum  (ghairu  mahdhah)  ini  cukup  luas,  meliputi  aturan-
                   aturan  keperdataan,  seperti  hubungan  yang  berkaitan  dengan
                   ekonomi, jual beli, utang piutang, perbankan, pernikahan, pewarisan
                   dan  sebagainya.  Juga  aturan-aturan  atau  hukum  publik,  seperti
                   pidana, tata negara dan yang semacamnya (Nurdin, et al., 1995:104)
                          Ibadah  Ghairu  Mahdhah  yang  dikenal  sebagai  bentuk
                   muamalat,  meliputi  hubungan  antar  manusia,  baik  dalam  kaitan

                   perdata  maupun  pidana.  Sebagai  ibadah  yang  bersifat  umum,
                   cakupan  ibadah  ghairu  mahdhah  cukup luas,  antara  lain  berkaitan
                   dengan: (1) Hukum Keluarga (ahkam al-ahwal al-syakhsyiyah), (2)
                   Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah), (3) Hukum Pidana (ahkam
                   al-jinayah),(4)  Hukum  Acara  (ahkam  al-murafa‟ah),  (5)  Hukum
                   Perundang-undangan,  (6)  Hukum  Kenegaraan  (al-ahkam  al-
                   dauliyah),  (7)  Hukum  Ekonomi  dan  Keuangan  (al-ahkam  al-

                   iqtishadiyah wal maliyah) (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
                   Islam, 1999 – 2000:138-140).

                   3. Syarat Diterimanya Ibadah
                          Semua  ibadah,  baik  yang  khusus  (mahdhah)  maupun  umum
                   (ghairu mahdhah) mempunyai tujuan sama, yaitu ridho Allah. Hanya
                   kepada Allah-lah semua ibadah ditujukan, karena hanya Dia-lah yang

                   berhak  menerima  peribadatan  dari  semua  makhluk  yang
                   diciptakannya.  Agar  semua  ibadah  yang  ditujukan  kepada  Allah
                   tersebut benar dan bernilai sebagai amal ibadah yang diterima oleh-
                   Nya, disyaratkan memenuhi 2 hal sebagai berikut.
                   a.  Dilakukan  dengan  niat  yang  ikhlas  karena  Allah  semata.
                      Diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW:

                    “Sesungguhnya  Allah  tidak  menerima  amal  (perbuatan)  kecuali  amal  yang
                    dikerjakan secara ikhlas dan ditujukan untuk mendapatkan ridha Allah” (HR. al-
                    Nasa’i).

                          Dari  segi  bahasa,  ikhlas  berarti  bersih  atau  murni,  tidak  ada
                   campuran.  Ibarat  emas  ialah  emas  tulen  yang  bersih  dari  segala
                   macam campuran bahan-bahan lain. Suatu ibadah disebut ikhlas, jika


                                                           15
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21