Page 100 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 AGUSTUS 2020
P. 100
Pasalnya, krisis teijadi mendadak. Kebijakan diputus dalam situasi yang mepet dan berkejaran
dengan efek buruk krisis. Di sinilah anggaran negara mengucur dan bisa disalahgunakan. Fakta
membuktikan situasi ini.
Kita sudah makan asam garam soal krisis dan pengucuran anggaran yang salah sasaran. Contoh
terburuk adalah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)yangdigelontorkan pada 1998.
Pada 2008, ada krisis Bank Century yang disuntik dana pemerintah Rp 6,5 triliun keluar. Namun,
dana ini kembali bermasalah karena ternyata mengalir ke mana-mana.
Pertanyaannya, apakah kita akan mengulangi dua contoh tersebut? Tentu saja jangan!
Pengawasan dan pemeriksaan serta kawalan aparat hukum terhadpa program bantuan tunai
maupun bantuan sosial harus benar-benar dilakukan, dari hulu datanya sampai ke hilir penerima
bantuan.
Peran Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), aparat hukum, dan Badan
Pemeriksa Keuangan (nantinya) menjadi amat penting. Ketiga lembaga ini harus proaktif
berkampanye soal potensi penyimpangan dana bantuan pemerintah.
Sejak pengucuran dana bantuan sosial ke masyarakat miskin dan masyarakat terdampak Covid
berjalan lima bulan, kita mulai membaca beberapa laporan soal penyelewengan dana bantuan
sosial. Jumlahnya memang belum fantastis, tetapi tersebar merata di seluruh daerah. Kasus
hukumnya sebagian sudah berjalan.
Kita mengapresiasi pertemuan KPK dengan sejumlah menteri, seperti Menteri BUMN ErickThohir,
Menteri Desa Abdul Halim Lskandar,dan Menakertrans Ida Fauziah, untuk berkonsultasi terkait
pencegahan penyimpangan bantuan serta program.
Kemarin pun KPK bertemu dengan Kemenakertrans dan Badan Pengelola Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan. KPK meminta data belasan juta orang yang akan disuntik uang tunai oleh
pemerintah selama September-Desember.
Kita mendukung KPK masuk ke dalam program macam ini. Namun, KPKharus benar benar serius
mengawasi dan berani bertindak. Program ini berpotensi bermasalah. Pasalnya, mekanismenya
belum benar-benar terang dan rawan kebocoran karena orang yang disubsidi utamanya
mengacu pada daftar yang diberikan oleh perusahaan, sedangkan pemerintah baru terlibat di
bagian akhir. Apalagi, ini program baru.
Peran supervisi KPK dan aparat hukum menjadi amat penting dalam program senilai Rp37 triliun
ini. Kita tidak ingin program bantuan karyawan ini justru menjadi bancakan baru koruptor
maupun kelompok kelompok yang ingin memanfaatkan situasi krisis untuk memperkaya dirinya
sendiri.
Karena itu, pengawasan mendalam, mulai dari sumber data karyawan sampai pada profil
karyawan, harus benar-benar jelas. Evaluasi harus terus berjalan karena bantuan akan diberikan
kepada 13 jutaan karyawan.
99