Page 263 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 NOVEMBER 2021
P. 263

"Rata-rata penyesuaian (kenaikan) UMP 2022 adalah 1,09 persen," ungkap Direktur Jenderal
              Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK) Kemnaker,
              Indah Anggoro Putri, dalam seminar terbuka bertajuk Proses Penetapan Upah Minimum 2022
              yang digelar secara daring, Senin (15/11).

              Putri  menegaskan,  kenaikan  1,09  persen  itu  adalah  angka  rata-rata  semua  provinsi,  bukan
              berarti  setiap  provinsi  naik  1,09  persen.  Adapun  UMP  akan  ditentukan  oleh  gubernur  tiap
              provinsi.

              Para gubernur, kata Putri, sudah harus menetapkan UMP paling lambat pada 21 November 2021.
              Sedangkan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) paling lambat adalah tanggal 30
              November 2021.

              "Upah Minimum yang ditetapkan oleh Gubernur pada 21 November dan 30 november adalah
              upah yang berlaku bagi pekerja yang bekerja kurang dari 12 bulan dan lajang," ungkap Putri.

              Adapun  pekerja  yang  sudah  bekerja  lebih  dari  12  bulan,  besaran  upahnya  ditetapkan
              berdasarkan  struktur  upah  masing-masing  perusahaan.  Penetapannya  merupakan  hasil
              pembicaraan antara pihak perusahaan dan pekerja. Namun demikian, besaran upahnya tetap
              harus lebih besar dari UMP.

              Putri  menambahkan, perhitungan  besaran  UMP 2022  menggunakan  formula  yang  termaktub
              dalam  Peraturan  Pemerintah  (PP)  Nomor  36  Tahun  2021  tentang  Pengupahan.  PP  tersebut
              merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law).

              Berdasarkan  hasil  perhitungan,  UMP  DKI  Jakarta  jadi  yang  tertinggi  dengan  besaran  Rp
              4.453.724, sedangkan UMP Jawa Tengah terendah.

              "UMP Jawa Tengah terendah, yakni Rp 1.813.011," kata Putri.
              Sementara itu, rata-rata upah buruh pada bulan Oktober secara nominal mengalami kenaikan.
              Meski demikian, kenaikan itu tidak mampu mengimbangi kebutuhan hidup para buruh sehingga
              secara riil upah mengalami penurunan.

              Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, menyampaikan, upah buruh tani, misalnya
              mengalami kenaian secara nominal sebesar 0,08 persen menjadi Rp 57.009 per kg per hari.
              Namun, secara riil upah yang diterima itu turun 0,01 persen menjadi Rp 52.875 per hari.

              Hal yang juga terjadi pada upah buruh bangunan. Margo mengatakan, terdapat kenaikan 0,07
              persen  dari  nominal  upah  buruh  bangunan  menjadi  Rp  91.290  per  hari.  Kendati  demikian,
              besaran upah itu turun 0,05 persen menjadi Rp 85.587 per hari.

              Penurunan upah secara riil biasanya disebabkan oleh laju inflasi bulanan yang naik lebih tinggi
              daripada peningkatan upah. Dengan kata lain, upah yang diterima para buruh tergerus angka
              inflasi dan tidak seimbang dengan harga-harga kebutuhan hidup.

              "Kenapa turun? Karena kalau melihat indeks konsumsi rumah tangga di perdesaan pada Oktober
              inflasi 0,10 persen sehingga menyebabkan upah riil turun," kata Margo dalam konferensi pers,
              Senin (15/11).

              Sebagai  informasi,  angka  inflasi  pada  Oktober  lalu  mencapai  0,12  persen,  lebih  tinggi  dari
              persentase kenaikan upah buruh tani maupun buruh bangunan. Adapun inflasi pada bulan lalu
              terjadi di 68 kota sedangkan 22 kota sisanya mengalami deflasi.




                                                           262
   258   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268