Page 91 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 DESEMBER 2021
P. 91
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, mengatakan kecelakaan ini merupakan buntut
dari ketidakseriusan Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyelesaikan masalah pekerja migran
ilegal.
“Di perairan Selat Malaka kerap terjadi kecelakaan maut yang dialami oleh kapal-kapal
pengangkut buruh migran Indonesia, baik untuk tujuan ke wilayah Indonesia maupun wilayah
Malaysia,” kata Wahyu kepada kumparan, Kamis (16/12).
Migrant CARE merupakan LSM yang fokus pada advokasi hak-hak pekerja migran.
Menurut Wahyu, banyaknya insiden seperti ini disebabkan oleh tingginya biaya pemrosesan
dokumen pekerja migran Indonesia (PMI), menyatu dengan biaya transportasi untuk proses
pemutihan.
“Sehingga, pekerja migran memilih jalur pintas yang berbahaya. Jalur pintas ini merupakan jalur
yang dibangun sindikat perdagangan manusia dan penempatan tidak resmi,” papar Wahyu.
“Tidak pernah ada keseriusan dari dua negara [Indonesia dan Malaysia] untuk mengatasi
masalah ini,” tegasnya.
Dikutip dari Reuters, data Migrant CARE menunjukkan sekitar 100.000 hingga 200.000 WNI
melakukan perjalanan ilegal ke Malaysia tiap tahunnya, dengan tujuan untuk bekerja. Banyak
dari mereka yang direkrut oleh calo atau tekong.
Sedangkan menurut Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, perkiraan WNI
imigran gelap yang berada di Negeri Jiran mencapai 2 hingga 2,1 juta. Meskipun, sangat sulit
untuk melacak keberadaan mereka dan menentukan jumlah pasti karena mereka tidak
terdokumentasi.
Kawasan perairan (selat, laut dan samudra) juga kerap jadi wilayah kerentanan, bahkan kuburan
bagi buruh migran Indonesia.”
Pemerintah RI Akan Tingkatkan Pengawasan
Di saat Wahyu menyayangkan kurangnya keseriusan antara Indonesia dan Malaysia dalam
menangani hal ini, Pemerintah RI mengakui urusan imigran ilegal ini merupakan tantangan bagi
mereka.
“Tentu tantangan bagi kita, bagaimana tata kelola penempatan untuk bisa mudah, murah, cepat,
dan aman, sehingga orang tidak perlu memilih cara yang tidak aman,” kata Judha kepada
kumparan.
Iming-iming calo atau tekong yang menggiurkan kerap menjerat para WNI. Salah satunya adalah
dengan jalur yang lebih mudah dan tanpa prosedur serta pencatatan. Selain itu, mereka
menawarkan pekerjaan bergaji fantastis atau dengan modus pemberian uang di awal.
Kemlu RI dan unsur pemerintah yang lain akan mengupayakan penegakan hukum bagi para calo
atau tekong, baik di sisi Indonesia maupun di Malaysia. Namun, Judha juga mengimbau warga
untuk terus waspada dan mengikuti prosedur yang sesuai hukum, demi keselamatan dan
perlindungan diri sendiri.
“Mayoritas [orang] ke luar negeri itu kan untuk memperbaiki kehidupan, ya, dengan
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Tapi, lakukanlah dengan cara yang benar. Kalau tidak
benar, itu bukan penghidupan yang kita dapat, tapi malah hilang nyawa,” tutup Judha.
90

