Page 147 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 DESEMBER 2020
P. 147

Tahun  2015  tentang  Pengupahan.  Sementara,  menyangkut  soal  pesangon  pekerja  masih
              dilakukan pembahasan.
              "Kita di lapangan banyak mengamati dan memberikan masukan-masukan RPP ke konvederasi
              untuk  dilakukan  perubahan  ke  pemerintah.  UU  Cipta  Kerja  klaster  Ketenagakerjaan  lebih
              memberikan kepastian dan perlindungan ke pekerja," kata Ketua Biro Konseling dan Advokasi
              Serikat Pekerja Indofarma Tri Okta Sulfa Kimiawan saat webinar 'Implementasi Skema Baru PHK
              dan Pesangon dalam UU Cipta Kerja' Minggu (13/12/2020).

              Menurutnya,  saat  ini  publik  menanti  RPP  yang menjadi  aturan turunan  UU  Cipta  Kerja  yang
              tengah dibahas oleht tim tripartit, terutama Klaster Ketenagakerjaan. Menurutnya, ada beberapa
              hal yang masih menjadi perhatian, di antaranya menyangkut soal PHK dan pesangon pekerja.

              Dia  memaparkan,  data  Kementerian  Ketenagakerjaan  pada  2019  menyebutkan  hanya  27%
              pengusaha  yang  memenuhi  pembayaran  kompensasi  sesuai  dengan  ketentuan  UU  13/2003.
              Sisanya,  73%  tidak  melakukan  pembayaran  kompensasi  PHK  sesuai  dengan  UU
              Ketenagakerjaan.  Bahkan,  laporan  World  Bank  yang  mengutip  data  Survei  Angkatan  Kerja
              Nasional  BPS  2018  menyatakan  66%  pekerja  sama  sekali  tidak  mendapat  pesangon  sesuai
              aturan, 27% pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7% pekerja
              yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

              Dengan kondisi tersebut, upaya yang harus dilakukan bukan hanya memperbaiki aturan atau
              regulasi.  Namun  sangat  penting  melakukan  edukasi  dan  sosialisasi  kepada  pengusaha  atau
              pemberi kerja untuk patuh dalam pembayaran pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
              "UU Cipta Kerja menjadi angin segar dan mampu menjadi solusi dari masalah pesangon sehingga
              memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun. Meskipun jumlah
              pesangonnya  lebih  kecil,  dari  32  menjadi  25  kali  gaji,  tapi  ini  lebih  pasti  untuk  melindungi
              pekerja," terangnya.

              Sekali  lagi,  pesangon  adalah  kewajiban  pengusaha.  Cepat  atau  lambat,  pesangon  harus
              dibayarkan. Maka, UU Cipta Kerja hadir untuk menata aturan ketenagakerjaan di bumi Indonesia
              menjadi lebih baik. Regulasi memang penting namun kepatuhan menjalankan aturan jauh lebih
              penting. Dengan begitu, UU Cipta Kerja bakal mampu meningkatkan iklim usaha yang kondusif,
              menciptakan  lapangan  kerja  baru,  dan  memacu  pertumbuhan  ekonomi  nasional.  Tanpa
              mengabaikan hak-hak pekerja yang semestinya.

              Dengan UU Cipta Kerja diharapkan menguatkan kembali terkait kebijakan PHK yang telah diatur
              dalam kontruksi skema baru PHK dan Pesangon. Inti dari kluster ketenagakerjaan mengubah
              atau  menghapus  serta  menetapkan  dari  beberapa  ketentuan  dari  UU  yang  berlaku.  "Artinya
              Pemerintah  berkomitmen  memastikan  pembayaran  PHK  dan  kita  berharap  perusahaan  tidak
              boleh abai terhadap pesangon yang telah menjadi hak para pekerja dalam melakukan PHK,"
              terang Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi di UBK ini.
              Sebelumnya,  UU  Ketenagakerjaan  membedakan  jenis  dan  banyaknya  kompensasi  yang
              didapatkan pekerja/buruh jika terjadi PHK tergantung dari alasan terjadinya PHK tersebut. Yang
              mana, dulunya pekerja yang PHK-nya terjadi karena mengundurkan diri secara sukarela tidak
              berhak atas uang pesangon.

              Akan tetapi, kini UU Cipta Kerja menegaskan bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib
              membayar  uang  pesangon  (UP)  dan/atau  uang  penghargaan  masa  kerja  (UPMK)  dan  uang
              penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima, tanpa membeda-bedakan berdasarkan alasan
              terjadinya PHK. "Sehingga, pekerja yang mengalami PHK baik karena mengundurkan diri atau
              karena  alasan-alasan  lainnya  yang  diatur  dalam  UU  Cipta  Kerja  sama-sama  berhak  atas  UP
              dan/atau UPMK dan UPH," pungkasnya (cip).


                                                           146
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152