Page 1 - Pertemuan 4
P. 1
Pertemuan 4
Sekolah : SMAN 7 Kupang
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik
Kelas : X
Materi Pokok : Manusia makhluk Pribadi
Sub Materi : Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah
Alokasi Waktu : 3x35
Kompt. Dasar : Mamahami diri yang memiliki kemampuan dan
keterbatasannya.
Tujuan :
1. Menjelaskan sebab-sebab munculnya tindakan diskriminasi dan sikap fanatisme
dalam hidup manusia.
2. Menjelaskan ajaran gereja dalam buku-buku dokumen Gereja yang mengajarkan
tentang keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah.
3. Menjelaskan ajaran Kitab Suci (Alkitab) tentang keluhuran manusia sebagai Citra
Allah.
4. Menjelaskan keistimewaan manusia sebagai Citra Allah dibandingkan dengan
ciptaan Allah lainnya.
Kegiatan pembelajaran:
Langkah Pertama: Mengamati kasus pelanggaran terhadaap Martabat
Manusia.
(bacalah cerita dibawah ini)
Kekerasan melawan kelembutan
Sudah sejak Mei 2006, suasana negara yang baru merdeka empat tahun lalu itu
kacau. Rumah-rumah penduduk hancur terbakar dan sarana transportasi yang vita
seperti jembatan, putus. Namun, yang paling jelas akibat kekacauan itu adalah
jumlah pengungsi yang semakin meningkat. Menurat Salvator Soares, pemimpin
redaksi suara Timor, jumlah pengungsi diberbagai daerah mencapai 130 ribu
orang, di Dili sendiri jumlahnya lebih dari 80 ribu orang.
Sudah sejak awal terjadi pergolakan, gereja menunjukan posisinya. Mereka
meminta pemerintah dan rakyat Timor Leste menghentikan kekerasan. Mereka
juga mengajak umat untuk berdoa demi tercapainya perdamaian di bumi Timur
Leste. “gereja Timor Leste mengutuk kekerasan yang menyebabkan kematian
banyak orang dan membuat mereka harus meninggalkan rumah mereka”.
Demikian isi siaran Pers yang dikeluarkan Pastor Dominggus Soares kepada
media di kantor Keuskupan Dili, pada akhir Mei 2006.
Kekerasan tidak dapat dilawan dengan kekerasan. Ini juga di tekankan oleh Pastor
Aniceto Maia. Di depan para pengungsi yang mengikuti perayaan ekaristi di
gereja St. Antonio Motael, ia menyerukan homilinya. “ kita tidak bisa menjawab
kekerasan dengan kekerasan. Aksi kekerasan terjadi karena sikap keras dibalas
dengan kekerasan pula”. Untuk menghentikan kekerasan, ia meminta dengan
kelembutan. “Kita sepatutnya membalas kekerasan dengan cinta dan kebenaran”,
demikian homilinya. “Inilah saatnya bagi orang-orang Timor Leste untuk saling
memaafkan,” demikian homili Uskup Dili Mgr Alberto Ricardo da Silva di depan
umat, ketika situasi semakin memburuk. “Lupakan penjarahan dan pembakaran.
Kita harus belajar dari kekerasan ini supaya tidak terjadi lagi di masa mendatang”.