Page 16 - Ebook Anak Guru Menggapai Impian_Zarius Rusli
P. 16
merupakan sesuatu yang tidak pernah terlupakan. Bergurau atau
bercengkerama dengan teman-teman sambil memperhatikan keadaan di
sekitar merupakan kenikmatan sendiri. Waktu itu lalu lintas di jalanan
belum ramai, dan orang tua tidak pernah merasa khawatir.
Sehabis Magrib saya pergi belajar mengaji. Tempat belajar mengaji kira-
kira 1 km dari rumah. Untuk ke rumah ustad guru mengaji, harus melalui
sawah. Kami selalu membawa obor kecil yang terbuat dari bambu.
Kenangan pergi dan pulang mengaji waktu malam, beriring-iringan di
pematang sawah, sambil bercegkerama merupakan pengalaman yang
mengasyikkan. Tidak terpikir sama sekali rasa takut . Di tempat mengaji
saya termasuk murid yang kurang pandai.Teman-teman satu pengajian
pintar-pintar. Mungkin karena hampir semua mereka siangnya belajar di
Madrasah. Sedangkan saya ikut sekolah Rakyat biasa. Sering saya
mendapat hukuman dengan disuruh membaca berulang-ulang dan lebih
banyak dari teman-teman lain. Akibatnya saya sering terpaksa pulang
lebih lama dari teman-teman yang lain. Adakalanya teman-teman tidak
mau menunggu. Kalau sudah begitu jadilah saya pulang sendirian, jalan
kaki, pakai obor dimalam hari. Karena sudah biasa tidak ada perasaan
takut sama sekali.
Karena bapak seorang guru, maka belajar....belajar....dan belajar beliau
tanamkan kepada kami. Tetapi dengan penghasilan seorang guru sekolah
dasar, tentu saja untuk mengikuti pendidikan formal sampai perguruan
tinggi tidak semua kami bisa mendapatkannya. Kerena itu sebagian dari
kami hanya bisa merasakan pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas,
termasuk saya.
Waktu akan masuk Sekolah Menengah Pertama, orang tua saya pindah
mengajar, menjadi Kepala Sekolah Rakyat 10, di Kampung Pulau Karam
Padang. Karena agak jauh dari rumah nenek, orang tua memutuskan
pindah rumah ke Jalan Kampung Terandam , Padang. Saya dimasukkan
4