Page 14 - E-modul berbasis flipbook
P. 14
Sunan Ampel
Nama asli dari Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Ia
lahir pada tahun 1401 M kemudian datang ke pulau Jawa
sekitar tahun 1443 M., dan meninggal pada tahun 1481 M.
di Demak dan dimakamkan di Ampel, Surabaya. Ia
merupakan putra Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
dari seorang istri yang berasal dari Negeri Champa. Para
sejarawan kesulitan untuk menentukan Negeri Champa
tersebut, namun sebagian mereka berkeyakinan bahwa Raden Rahmat
Champa yang dimaksud adalah sebutan sebuah daerah (Sunan Ampel)
bernama Jeumpa di Aceh.
Ayah Sunan Ampel adalah Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Ibunya bernama
Dewi Candrawulan. Sunan Gresik memiliki dua orang istri yaitu Dewi Candrawulan
dan Dewi Karimah. Dengan Dewi Karimah ia memiliki dua orang putra yaitu Dewi
Murtasih (istri Raden Fatah, sultan pertama kerajaan Demak Bintoro) dan Dewi
Murtasimah (istri Raden Paku/Sunan Giri).
Dengan istri kedua Dewi Candrawulan, ia memiliki lima orang putera yaitu Siti
Syareat, Siti Mutmainah, Siti Sofiah, Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)
serta Syarifudin atau Raden Kosim (Sunan Drajat). Sunan n Ampel hidup pada zaman
Majapahit yang mengalami kemunduran drastis pasca ditinggal wafat Maha Patih
Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk.
Majapahit terpecah karena terjadi banyak perang saudara dan para adipati tidak
loyal lagi kepada pemerintah kerajaan. Pembayaran pajak dan upeti tidak sampai ke
kerajaan dan lebih sering dinikmati oleh para adipati. Kaum bangsawan dan para
pangeran juga memiliki kebiasaan buruk dengan berpesta pora, berjudi dan mabuk-
mabukan. Prabu Brawijaya yang melanjutkan pemerintahan Prabu Hayam Wuruk
menyadari bahwa apabila kebiasaan tersebut dilanjutkan, maka negara akan menjadi
lemah, dan jika negara lemah, dengan mudah musuh akan menghancurkan kerajaan
Majapahit.
Berdasarkan pada situasi yang memprihatinkan tersebut, kerajaan akhirnya
memanggil Raden Rahmat putra dari Dewi Candrawulan di Negeri Champa yang
terkenal sebagai seseorang yang mendidik dan mengatasi kemorosotan moral di
kalangan masyarakat. Pada Babad Diponegoro disebutkan bahwa akhirnya Raden
Rahmat (Sunan Ampel) memiliki pengaruh yang cukup kuat di kerajaan Majapahit.
Meskipun Raja Brawijaya menolak masuk Islam, namun ia memberikan keleluasaan
kepada Sunan Ampel untuk mengajarkan Islam kepada rakyatnya, asalkan dilakukan
dengan tanpa paksaan. Dan selama tinggal di Majapahit, Raden Rahmat dinikahkan
dengan Nyi Ageng Manila, puteri Bupati Tuban. Sejak saat itulah gelar kerajaan
melekat di depan namanya, diperlakukan sebagai keluarga keraton Majapahit dan
semakin disegani oleh masyarakat.
Raden Rahmat kemudian membangun pesantren sebagai lembaga pendidikan
untuk terus mengajarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat, sehingga Islam semakin
berkembang di wilayah Ampel. Pesantren tersebut mengadopsi konsep pusat
pendidikan yang telah berdiri pada masa Hindu Budha. Ia tidak pernah
memaksanakn ajaran-ajaran lama untuk serta-merta dihapuskan. Bahkan ia justru
menjadikannya sebagai sarana untuk mengenalkan Islam.
10