Page 221 - a man called ove
P. 221
A Man Called Ove
Kompor dan meja dapurnya jauh lebih rendah dibanding
biasanya. Seakan dapur itu dibangun untuk anak kecil.
Parvaneh menatap kesemuanya itu, sama seperti yang
dilakukan orang ketika kali pertama melihatnya.
Ove sudah terbiasa. Dia sendiri yang membangun
kembali dapurnya setelah kecelakaan itu. Tentu saja, dewan
kota menolak membantu.
Parvaneh tampak seakan, entah bagaimana, terpaku.
Ove mengambil ketel listrik itu dari tangan terjulur
Parvaneh tanpa memandang mata perempuan itu. Perlahan-
lahan dia mengisi ketel dengan air lalu menyalakannya.
“Aku tidak tahu, Ove,” bisik Parvaneh menyesal.
Ove membungkuk di atas bak cuci piring rendah dengan
punggung menghadap perempuan itu. Parvaneh mendekat
dan meletakkan ujung jemari tangannya dengan lembut di
bahu Ove.
“Maaf, Ove. Sungguh, seharusnya aku tidak memasuki
dapurmu begitu saja tanpa bertanya terlebih dahulu.”
Ove berdeham dan mengangguk tanpa berbalik. Dia
tidak tahu seberapa lama mereka berdiri di sana. Parvaneh
membiarkan tangan lembutnya berada di bahu Ove. Ove
memutuskan untuk tidak menyingkirkannya.
Suara Jimmy memecah keheningan.
“Punya makanan?” teriaknya dari ruang duduk.
Ove menjauhkan bahunya dari tangan Parvaneh. Dia
menggeleng-gelengkan kepala, mengusap wajah dengan
216