Page 113 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 113

Dalam novel ini, Oka Rusmini sebagai pengarang menggunakan sudut pandang

                        orang ketiga dengan menyebutkan nama-nama tokoh dalam cerita ini. Misalnya
                        pengarang  menyebutkan  Telaga,  Kenanga,  Wayan,  dan  nama-nama  lainnya.

                        Pengarang juga menjadikan tokoh utama Telaga yang bertindak sebagai pengisah

                        tokoh ibunya, neneknya, kakeknya, dan tokoh lainnya.
                             Gaya  bahasa  yang  digunakan  pengarang  dalam  novel  ini  adalah  majas

                        personefikasi, simile, antithesis, hiperbola, klimaks, dan repetisi. Namun dalam hal
                        ini,  majas  personefikasi  lebih  banyak  dipakai  oleh  pengarangnya  untuk

                        menggambarkan  perasaan  dan  pikiran  pada  tokoh  Telaga.  Sementara  majas

                        hiperbola  digunakan  sebagai  pengungkapan  hati  tokoh  Telaga  terhadap  sesuatu
                        yang dirasakan dan dipikirkan olehnya melebihi atas sesuatu yang telah dilihatnya.

                        Tone  dari  bahasa  yang  digunakan  oleh  Okka  Rusmini  terletak  pada  kata-kata
                        berbahasa  daerah  Bali  seperti  taksu,  ragina-pragina,  balian,  patiwangi,  dan

                        lainnya.
                             Simbol-simbol dalam novel Tarian Bumi tercermin pada setiap tarian yang

                        dimainkan oleh para tokoh yang di antaranya yaitu Telaga, Sekar, Wayan, dan Luh

                        Kambren.  Setiap  tarian  yang  mereka  mainkan  memberi  simbol  tentang  makna
                        kehidupan atau suatu gairah pada diri penari yang memiliki kesesuaian antara kisah

                        hidupnya  denga  kisah  dalam  tarian  yang  dimainkannya.  Salah  satunya  adalah
                        Telaga Pidada yang tengah melakukan tarian Oleg. Secara simbolisme, tarian ini

                        mengisahkan tentang nikmatnya merakit sebuah percintaan. Sebuah tarian yang

                        berkisah tentang keindahan cinta laki-laki dan perempuan. Tarian ini  juga yang
                        menyiratkan awal kisah percintaan antara Telaga dengan Wayan Sasmita

                             Ironi  dramatis  terjadi  pada  kehidupan  percintaan  Telaga  Pidada  dengan
                        Wayan Sasmita. Telaga yang berasal dari keluarga bangsawan berkasta Brahmana

                        mencintai Wayan yang berkasta Sudra. Mereka berdua akhirnya disatukan dalam

                        perbedaan atas dasar kekuatan cinta. Berbagai nasihat telah diterima Telaga dan
                        Wayan dari ibu  mereka  masing-masing  yang tak mengharapkan mereka  berdua

                        bersatu dalam ikatan perkawinan. Mereka diharuskan mentaati aturan adat pada
                        kasta  Bali.  Ketika  mereka  berdua  melakukan  perlawanan  terhadap  adat  dengan







                                                                                                    108
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118