Page 219 - bandung_Neat
P. 219
Terapi di luar semua itu, Indonesia tetap butuh temuan vaksin secara cepat. Itulah
sebabnya Indonesia menjalin kerja sama dengan asing. Tujuannya, agar vaksin bisa
diproduksi massal sesegera mungkin. Kedua vaksin, baik yang dibuat 100 persen di
Indonesia atau vaksin hasil kerja sama dengan asing, sama-sama penting.
"Tapi kita juga membuka diri untuk bekerja sama, misalnya dengan Sinovac di
Tiongkok. Kemudian bekerja sama dengan Uni Emirat Arab, di G42. Bekerja sama
dengan Korsel. Saya kira kita membuka diri dalam rangka secepatnya kita bisa
melakukan vaksinasi kepada seluruh rakyat di Indonesia," jelas Jokowi
Selanjutnya, vaksin dari manapun yang bisa ditemukan lebih cepat dan diproduksi
lebih awal, itulah yang akan dimanfaatkan.
"Kita optimis bahwa dengan segera ditemukannya vaksin ini kita bisa melakukan
vaksinasi kepada seluruh rakyat," jelas Jokowi.
Dalam wawancara dengan Republika sebelumnya, Kepala Lembaga Biologi
Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, mengungkapkan bahwa sampai akhir
Juli lalu progres persiapan vaksin Covid-19 baru menyentuh 30 persen. Kendati
angkanya terbilang masih rendah, Amin menyebutkan bahwa progres yang sudah
dijalani ini justru merupakan fondasi atau dasar dari tahapan riset selanjutnya.
"30 persen itu adalah kalau kita bikin rumah, kita bikin fondasinya dulu bagian
terpenting. Biasanya setelah pondasi selesai ke depan akan lebih cepat," kata Amin,
Ahad (26/7).
Vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman berbeda dengan vaksin yang
dikembangkan oleh Bio Farma bersama produksi vaksin asal China, Sinovac
Biotech Ltd. Amin pun menjelaskan perbedaan mendasar antara vaksin yang
dikembangkan oleh Sinovac-Bio Farma dan Eijkman-Bio Farma.
"Bedanya adalah di platform. Vaksin Sinovac menggunakan virus utuh, mereka
mengkultur virusnya, kemudian setelah diperoleh virus dalam jumlah besar
kemudian virusnya dimatikan dengan bahan kimia. Kemudian ya setelah
dibersihkan, langsung bisa dipakai. Ya makanya prosesnya lebih cepat," jelas Amin.
Sementara vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman tidak menggunakan virus utuh,
melainkan hanya menyasar dua jenis protein yang memang menjadi sasaran.
Eijkman melakukan isolasi terhadap dua jenis protein yang diperlukan, yakni Protein
S dan N. Kedua protein inilah yang akan digunakan dalam vaksin nanti.
Amin beranggapan, vaksin yang diproduksi di dalam negeri dengan hasil riset yang
sepenuhnya dilakukan di dalam negeri lebih menguntungkan ketimbang impor.
Vaksin yang benar-benar dikembangkan di Indonesia, ujarnya, akan terbebas dari
biaya-biaya tambahan seperti beban paten.
"Kemudian kita lebih memiliki kepastian tentang kapasitas produksi karena
semuanya dalam kendali Indonesia," jelasnya.

