Page 9 - Kosmetik aman 1
P. 9

Judul          : Peredaran Kosmetik Ilegal Masih Marak
               Nama Media     : kompas.id
               Tanggal        : 25 September
               Halaman/URL  : https://kompas.id/baca/humaniora/2019/09/25/peredaran-kosmetik-ilegal-masih-
                              marak
               Tipe Media     : Online


               Peredaran  produk  kosmetik  ilegal  masih  marak.  Media  sosial  membuat  peredaran  tersebut
               berpeluang semakin luas. Selain pengawasan, edukasi kepada konsumen dan pengiklan penting untuk
               memutus  rantai  peredaran  kosmetik  illegal.  Data  Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan  (BPOM)
               menyatakan, nilai keekonomian kosmetik ilegal yang ditemukan pada Januari-Agustus 2019 mencapai
               Rp  31 miliar.  Total temuan  kosmetik  ilegal  sepanjang  2018  adalah  Rp 125 miliar.  Angka  tersebut
               menunjukkan masih maraknya peredaran kosmetik ilegal di tengah masyarakat. Kepala BPOM Penny
               K Lukito mengatakan, masih banyak produk kosmetik yang belum mendapat izin edar dari BPOM. Ia
               mengimbau para pelaku usaha untuk segera mengurus perizinan. Pengajuan notifikasi kosmetik bisa
               dilakukan secara daring. “Masyarakat pun mesti hati-hati dengan dengan produk berizin edar palsu.
               Keaslian  izin  edar  bisa  dicek  di  laman  kami  dan  aplikasi  BPOM  Mobile.  Di  sisi  lain,  kami  tetap
               melakukan pengawasan post-market atau setelah suatu produk beredar,” kata Penny di Jakarta, Rabu
               (25/9/2019) pada diskusi berjudul “Endorse Kosmetik Aman atau Menuai Bencana.”

               Perkembangan teknologi pun membuka peluang beredarnya kosmetik palsu dengan jangkauan yang
               lebih luas. Untuk mengantisipasi meluasnya peredaran tersebut, BPOM mengawasi dan melakukan
               patroli  siber  di  media  sosial  serta  pasar  daring  (marketplace).  Penny  mengatakan,  mengedukasi
               masyarakat  merupakan  cara  paling  efektif  untuk  meminimalkan  peredaran  kosmetik  ilegal.  Figur
               publik pun dirasa perlu diedukasi, terlebih mereka yang sering mempromosikan (endorse) kosmetik
               di media sosial. Edukasi juga dirasa perlu mengingat sejumlah artis Indonesia yang tersandung kasus
               promosi  kosmetik  palsu  pada  akhir  2018.  Barang  yang  ditampilkan  figur  publik  dinilai  bisa
               memengaruhi  para  pengikutnya  (follower)  di  media  sosial.  Sebagai  contoh,  sebuah  unggahan
               kosmetik dari beragam figur publik dunia maya bisa disukai puluhan hingga ratusan ribu tanda suka
               (like)  dari  para  pengikut.  Tak  jarang  para  pengikut  terpengaruh  untuk  membeli  barang  yang
               dipromosikan tersebut. “Endorser (pengiklan) penting karena mereka bisa membantu mengedukasi
               masyarakat untuk membedakan kosmetik legal dan ilegal. Ketika beriklan pun mereka tidak boleh
               berlebihan, harus objektif, dan sesuai fakta," kata Penny. Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia
               (PARFI) Marcella Zalianty yang hadir pula dalam acara itu, juga mendorong para figur publik mengecek
               kontrak  sebelum  menerima  tawaran  iklan.  Kontrak  harus  menjelaskan  legalitas  dan  keamanan
               kosmetik.

               Selain  edukasi  tentang  pentingnya  mengenali  kosmetik  legal,  menurutnya,  sosialisasi  tentang
               konsekuensi hukum beriklan kosmetik ilegal juga perlu diberikan. Pengurus Harian Yayasan Lembaga
               Konsumen  Indonesia  (YLKI)  Sudaryatmo  mengatakan,  tidak  banyak  masyarakat  yang  melaporkan
               kasus kosmetik ilegal karena alasan personal. Rata-rata laporan kosmetik ilegal yang diterima per
               tahun adalah 5-10 kasus. “Jangan dilihat dari jumlahnya yang sedikit karena ini seperti fenomena
               gunung es. Saya mengimbau masyarakat untuk membeli kosmetik legal karena dengan begitu mereka
               bisa dilindungi haknya sebagai konsumen,” kata Sudaryatmo.
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14