Page 9 - bursa hilirisasi produk herbal 2020
P. 9
Judul : Ini Sebabnya Indonesia Baru Punya 24 Fitofarmaka
Nama Media : bisnis.com
Tanggal : 19 Februari 2020
Halaman/URL: https://lifestyle.bisnis.com/read/20200219/106/1203398/ini-sebabnya-
indonesia-baru-punya-24-fitofarmaka#
Tipe Media : Media Online
Bisnis.com, JAKARTA - Deputi
Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Suplemen Kesehatan,
dan Kosmetik BPOM Maya Gustina
Andarini menilai mahalnya biaya uji
klinik fitofarmaka menjadi tantangan
tersendiri bagi pengembangan
industri obat herbal.
"Fitofarmaka memang harus uji klinik
based WHO standard. Memang
mahal sekitar Rp1,5 miliar atau bisa
Rp2-3 miliar," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Fitofarmaka sendiri merupakan obat dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah melalui proses uji klinik.
Diberitakan sebelumnya, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan Indonesia
memiliki sekitar 30.000 spesies tumbuhan maupun sumber daya laut dan sekitar 9.600
spesies tanaman dan hewan telah teridentifikasi memiliki khasiat obat. Namun, baru
ada 62 OHT (obat herbal terstandar) dan 24 fitofarmaka yang terdaftar di BPOM.
Maya berujar tingginya biaya uji klinik tersebut membuat pelaku usaha bingung untuk
mencari pasar. Sebab biaya penelitian juga menjadi salah satu faktor penentuan
harga jual produk
"Dengan investasi sekian yang beli siapa. Pelaku usaha mikir, investasi sekian ketika
dah dapat izin BPOM akan dijual tentu harga produk termasuk biaya penelitian itu.
Mau head-to-head sama obat generik ya enggak bisa," katanya.
Menurutnya, untuk mendorong industri obat herbal yang paling logis adalah
pemerintah membeli produk tersebut melalui asuransi BPJS Kesehatan, seperti yang
dilakukan India, China, Jepang, dan Taiwan. Dia berharap ke depan obat herbal dapat
dimasukkan ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Untuk saat ini, guna mendorong pengembangan fitofarmaka, BPOM menginisiasi
pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan
Produk Fitofarmaka.
Maya menuturkan satgas tersebut menjembatani penelitian fitofarmaka dibiayai oleh
pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi.