Page 38 - Nyadran Belajar Toleransi pada Tradisi
P. 38

“Kan  sudah  kubilang,  kata  orang  tua.  Mbah  Karto,  Bapakku, Ibuku  sering  cerita


          tentang itu, kok. Lagi pula masa iya makanan itu mau ditinggalkan saja di makam. Nanti
          mubazir, dong. Mending dibawa pulang kita makan.” Aku tertawa kecil.


                 “Iya,  benar  juga katamu,  Kar.  Makanannya  juga  enak-enak.  Sayang  kalau  tidak

          dimakan.” Fatma ikut tertawa. Kami terus berjalan pulang sambil mengobrol.


                 Akhirnya, selesai sudah acara nyadran di desaku. Aku jadi lebih tahu tentang tradisi

          ini.  Dari  tradisi nyadran, aku  banyak  mengerti  tentang  nilai-nilai  kebaikan  yang  ada  di

          dalamnya. Bangga rasanya bisa ambil bagian dalam melestarikan tradisi nyadran ini. Nah,

          itulah cerita tentang tradisi nyadran di desaku. Mana ceritamu, Kawan?[]


























































          30
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42