Page 8 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 8
kemunduran. Seperti penafsiran di era klasik yang bersifat
analisis linguistik, lebih dipandang subyektif, karena dijadikan
legitimasi oleh penafsirnya dan banyak dimasuki unsur-unsur
isra>illiyat, yang berdampak pada pemaksaan makna baru yang
jauh dari apa yang dikehendaki teks. Hal ini pula yang
menyebabkan pemahaman al-Qur’an menjadi kurang utuh dan
parsial. Kemudian untuk menyikapi hal tersebut, maka penulis
memperkenalkan seorang ahli tafsir dengan metodologi tafsir
modern yaitu Muhammad Syahru>r.
Selanjutnya, untuk memperkuat dan mempertahankan
bahwa al-Qur’an tidak akan mengalami pengeringan makna
dan pemahaman yang tidak utuh, maka perlu dilakukan
perenovasian bangunan tafsir. Maka Muhammad Syahru>r salah
seorang intelektual muslim yang beraliran reformis-moderat.
Aliran ini menjadi sintesa kreatif dari dua aliran yang saling
bertentangan yaitu aliran tradisionalis-konservatif yang
cendrung anti kemodernan atau bersikap tekstualis-literalis dan
aliran progresif yang cendrung sekuler dan kebarat-baratan.
Justru aliran reformis-moderat ini mengajak umat Islam untuk
kembali kepada Al-Qur’an dan menerima modernitas sejauh ia
membawa kemashlahatan bagi umat dan berorientasi ke dapan.
Salah satu metodologi baru yang dikembangkan oleh
Muhammad Syahrur terkait dengan analisis linguistik, yaitu
teori “Asinonimitas”, di mana teori ini menyatakan bahwa
setiap kata yang terdapat dalam al-Qur’an tidak satupun
memiliki makna yang sama, sekalipun di luar al-Qur’an
ditemukan memiliki makna yang banyak. Teori ini
mengimplementasikan sebuah makna yang relevan terhadap
}
lafaz-lafaz} dalam al-Qur’an, Penafsiran al-Qur’an lebih
obyektif dan rasional, dan mencerminkan penafsiran yang
iv