Page 35 - E-modul Mikrobiologi Pangan 2021
P. 35
Intoksikasi Stafilokokal
Intoksikasi stafilokokal dikenal dengan stafilokokal gastroenteritis yang
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus. Intoksikasi ini
banyak terjadi di seluruh dunia, akan tetapi tahun-tahun terakhir ini telah menurun.
Hal ini karena penggunaan suhu penyimpanan yang baik serta praktik sanitasi yang
dapat mengendalikan kontaminasi dan pertumbuhan bakteri tersebut (Ray dan
Bhunia, 2014).
Secara alami S. aureus ditemukan dalam hidung, tenggorokan, kulit, rambut
dna bulu ternak. Bakteri ini juga menginfeksi kulit yang luka atau abses pada
manusia dan ternak. Kontaminasi bakteri ini dapat berasal dari sumber tersebut.
Selain itu, bakteri ini dapat tumbuh pada beragam jenis pangan dan menjadi
dominan karena kemampuan bakteri tumbuh dalam kondisi lingkungan yang tidak
sesuai untuk mikroorganisme lain.
S. aureus menghasilkan 21 jenis enterotoksin yang berbeda, yaitu A, B, C1, C2,
C3, D, E hingga V. Enterotoksin tersebut merupakan protein dengan bobot molekul
26-30 kD yang stabil terhadap panas sehingga tidak mudah rusak pada
pengolahan pangan dengan panas, serta mempunyai toksisitas yang beragam.
Toksin tersebut dihasilkan ketika dalam makanan yang kaya protein dan pada
makanan yang didiamkan pada suhu ruang dalam waktu yang lama.
Toksin stafilokokal merupakan toksin enterik yang menyebabkan
gastroenteritis pada manusia. Dosis toksin yang menyebabkan gastroenteritis
berbeda-beda tiap umur, pada bayi dan usia lanjut dosis kurang dari 100-200ng
sudah dapat menyebabkan gejala sakit. Gejala sakit dapat terlihat dalam waktu
2-4 jam, tergantung juga pada potensi dan jumlah toksin yang terkonsumsi serta
resistensi individu itu sendiri. Toksin merangsang saraf vagus di perut dan
menyebabkan muntah parah (Gambar 4.2). Gejala yang ditimbulkan antara lain
Mual, muntah, kram perut, diare, kadang diikuti dengan berkeringat, panas dingin,
sakit kepala dan dehidrasi.
Y O U R L O G O | Page 35