Page 26 - FIX_MODUL SUFA FLIP BOOK
P. 26

Selanjutnya  Indonesia  hanya  mau  menerima  Belanda  dalam

                        hubungan  hokum  antar  Negara  selain  itu  delegasi  Indonesia  semakin
                        paham  sikap  konverensi  pemerintah  dan  rakyat  Belanda  terhadap

                        masalah Indonesia.

                            Akhirnya perundingan Hoge Veluwe yang gagal dan tidak membawa

                        hasil  bagi  kedua  belah  pihak  membuka  terobosan  bagi  dimulainya
                        perundingan  dan  memberi  jalan  bagi  perundingan  selanjutnya.  Bagi

                        Indonesia  khususnya,  perundingan  Hoge  Veluwe  itu  tidak  hanya

                        memperkuat  posisinya  dalam  berhadapan  dengan  Belanda,  tetapi  juga

                        membawa  perkara  Indonesia  menjadi  perhatian  dunia  internasional.

                        Selain  itu  perundingan  Hoge  Veluwe  merupakan  pengalaman  berharga
                        untuk  memasuki  arena  diplomasi  internasional  yang  berguna  dalam

                        perjanjian Linggarjati beberapa bula kemudian (Zeed, 2012: 221).

                        B.  Perjanjian Linggarjati



                             Setelah  Konverensi  Hoge  Veluwe  pada  bulan  April  1946  itu  gagal
                        mencapai  hasil  yang  diharapkan,  pemerintah  RI  mulai  berpaling  pada

                        upaya  tindakan  militer  atau  perjuangan  bersenjata.  Pada  gilirannya

                        pengakuan kemerdekaan Indonesia harus diselesaikan dengan melakukan

                        serangan umum terhadap kedudukan Inggris-Belanda di Pulau Jawa dan

                        Sumatera  namun  serangan  yang  dilakukan  dengan  kombinasi  taktik
                        konvensional  dan  perang  gerilya  tidak  memberikan  hasil  yang

                        diharapkan.  Kekuatan  TRI  bahkan  makin  terdesak  ke  posisi  defensive.

                        Kemudian  pada  bulan  Agustus-September  1946  direncanakan  untuk

                        menyusun siasat perlawanan untuk perang defensive. Sjahrir, Soekarno,

                        dan  Hatta  beranggapam  bahwa  perjuangan  secara  defensive  harus
                        merupakan upaya terakhir karena mengandung lebih banyak resiko.












                               E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI  19
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31