Page 42 - 100 Tokoh
P. 42
dalam menguasai bahasa asing. Ia mampu berbicara
dalam sembilan bahasa: Belanda, Inggris, Jerman, Pe
rancis, Arab, Turki, Jepang, dan tentu saja bahasa
Indonesia dan Minang.
Setamat HBS, sebenarnya Agus Salim ingin men
jadi dokter. Tapi akhirnya dia harus mengurungkan
cita-citanya karena tidak ada biaya untuk kuliah di
Belanda. Konon sebenarnya ia bisa saja belajar ke
Belanda berkat bantuan dari RA. Kartini. Sa at itu
Kartini baru saja memperoleh beasiswa untuk belajar
di Belanda, tetapi tidak bisa digunakan karena ia ha
rus menikah. Kartini meminta pemerintah Belanda
agar memberikan beasiswa itu kepada pemuda Agus
Salim.
Entah kenapa, Agus Salim tidak mcmanfaatkan
beasiswa itu. Yang jelas, setamat BBS, Agus Salim
bekerja pad a pemerintah Belanda dan ditempatkan
di Jeddah sebagai penerjemah. Sembari bekerja,
Agus Salim memperdalam ilmu agama Islam kepada
pamannya sendiri, Syech Ahmad Khatib, Imam 11as
jid Haram.
Sepulang dari Jeddah, Agus Salim tidak lagi betah
bekerja untuk Belanda. Ia kemudian mendirikan se
kolah HIS (Hollandsche In.lan.dsche School) sebelum ke
mudian masuk dunia pergerakan nasional lewat Sa
rekat Islam, Jong Islamieten Bond, dan Gerakan Pe
njadar. Ia mulai malang-melintang dalam politik
praktis untuk membangkitkan semangat menuju ke
merdekaan. Sebagai pemimpin pergerakan nasional,
Agus Salim menyadari pentingnya menyebarkan pe
mikirannya kepada khayalak. Karena itu, Agus juga
tekun menjalankan profesinya sebagai wartawan.
25