Page 153 - Tugas minggu 14 e-modul LKS - Sara Khezia Sibarani
P. 153

Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)”. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq
             Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).

             4. Badan Wakaf Indonesia (BWI)

                     Badan  Wakaf  Indonesia  atau  disingkat  BWI  adalah  lembaga  independen  untuk
             mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41

             Tahun 2004 tentang wakaf.[1] Berkedudukan di ibu kota Indonesia, Jakarta dan mempunyai cabang
             di  provinsi  dan  kabupaten/  kota.  Dengan  jumlah  pengurus  paling  sedikit  20  orang  dan  paling

             banyak  30  orang  dan  di  pusat  diangkat  oleh  presiden,  sedangkan  keanggotaan  BWI  di  daerah
             diangkat oleh BWI.

                     Lembaga  Badan  Wakaf  Indonesia  dibentuk  tidak  terlepas  dari  aspirasi  masyarakat

             Indonesia yang mayoritas muslim yang sudah mengamalkan ajaran Islam yaitu wakaf dan menjadi
             adat di kalangan muslim seperti mewakafkan tanah untuk masjid dan fasilitas sosial lain. Merunut

             sejarah tentang praktik wakaf sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad  ملسو هیلع الله ىلص ,yang

             menurut sejarah wakaf pertama adalah tanah Masjid Quba lalu Masjid Nabawi.
             Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI

             mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

              1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan harta benda
             wakaf.

             2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
              internasional.

              3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda

             wakaf.
             4. Memberhentikan dan mengganti nazhir.

              5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

              6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di

             bidang perwakafan.
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158