Page 20 - Ebook Teks Novel
P. 20
Di wajahnya terpasang topeng wajah ksatria, lembut, teduh,
dengan bibir segaris senyum tipis. Di belakang kepalanya
terpasang topeng punakawan, lucu, dengan mata meledek siapa
pun yang memandangnya. Gadis itu menari di kedutaan besar,
dengan disaksikan tamu-tamu yang terbiasa menonton tari
topeng Khon, yang aristokrat. Khon tarin para ksatria. Tidak
seperti tarian dua wajah yang dipelajari Dewi Laksmi dari Didik
Nini Thowok, yang lebih banyak mengundang tawa.
Bukan tarian yang mudah bagi Dewi Laksmi, melenturkan
tubuh dengan gerakan jenaka, yang bisa sekaligus membawakan
dua karakter yang berbeda. Berbulan-bulan ia berguru pada
Didik Nini Thowok, dan baru menemukan ruh gerakan tari
jenaka. Di sanggar tari Astini, seperti biasa, ketika ia menari
sendirian, dalam bayang-bayang pohon mangga, muncul penari
bertopeng yang mengajarinya gerakan-gerakan tari dan
kejenakaan. Penari topeng itu seperti membuka kembali
ingatannya akan gerak tari yang diperagakan Didik Nini Thowok
yang sempat terlupa. Kini ia harus menari topeng dua wajah di
kedutaan besar Bangkok, ditonton tamu-tamu kehormatan,
dipandangi Somchai, memeragakan kejenakaan dan ketulusan
hati. Hadir juga seorang biksu dengan Jiwon (jubah) warna
keemasan, yang melilit tubuhnya. Ia telah melihat biksu itu
meninggalkan bandara Suvarnabhumi. Mengalah biksu itu
mencapai kedutaan besar, hanya untuk menonton pagelaran
tari? Tentu ada sesuatu yang dilakukannya di kedutaan ini.
Somchai, sebagai tuan rumah yang biasa menari Khon ke
berbagai belahan dunia masih juga memandangi Dewi Laksmi
dengan ketakjuban.
Gendang yang menjadi ruh gamelan menggerakkan tarian
Dewi Laksmi. Orang-orang tertawa. Sesekali. Kadang mereka
terpukau. Dengan keyakinan seorang penari kenamaan, Dewi
Laksmi menikmati kerumitan dua karakter yang mesti
dibawakannya dalam gerak tubu. Memang selalu menjadi
kebiasaan sewaktu ia berlatih di sanggar tari Astini, muncul
bayang-bayang penari topeng yang diyakini orang sebagai
penjelmaan Nyai Laras,
Leluhur penari di daerahnya, mengajarinya menari, membuka
kembali kebuntuan ingatannya. Turun dari panggung, Dewi
Laksmi disalami banyak orang, dan Somchai tak ingin
melepaskannya. "Tarian yang bagus. Lucu. Mengundang gelak
tawa. Kau belajar dari siapa?"
"Kau mengenal Didik Nini Thowok? Aku belajar dari dia "
"Kau lebih bagus dari dia," seloroh Somchai, penari yang pernah
berkeliling beberapa negara, untuk membawakan tarian Khon.
Mereka menikmati tomyam (sup) pelan-pelan, dan makam
malam di sudut ruang yang sunyi dari keriuhan, agar bisa
menikmati bercerita bersama. Di akhir perjamuan malam di
kedutaan besar itu, Dewi Laksmi menikmati durian yang
mengundang selera, tebal dan memabukkan.
Menafsir dan Menyajikan Teks Novel 12