Page 15 - Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria
P. 15
2 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
Degradasi UUPA
Sesuai judul, sejatinya UUPA dimaksudkan untuk
berlaku terhadap semua SDA, dan tidak hanya tanah. Proses
penyusunannya selama 12 (dua belas) tahun diwarnai dengan
ketidakstabilan penyelenggaraan negara dan konflik politik.
Didorong oleh kebutuhan mendesak segera terbitnya UUPA,
dapat dipahami bahwa di luar 10 pasal yang memuat dasar dan
ketentuan pokok, hampir 80 persen UUPA mengatur tentang
pertanahan.
Kekuranglengkapan UUPA ini semestinya dilengkapi
pada tahun - tahun berikutnya. Tetapi yang terjadi adalah,
pada tahun 1970an terbit berbagai UU sektoral (kehutanan,
pertambangan, minyak dan gas bumi, pengairan, dll) untuk
mengimplementasikan pembangunan ekonomi. UU sektoral
itu masing-masing berlandaskan pada Pasal 33 ayat (3) UUD
1945, tanpa merujuk pada UUPA. Sejak saat itu, kedudukan
UUPA didegradasi menjadi UU sektoral, khusus mengatur
pertanahan.
UU sektoral yang disusun sesuai visi, misi dan orientasi
masing-masing sektor itu ternyata saling tumpang tindih.
Akibatnya, keadilan dan kepastian hukum di bidang SDA
sungguh dipertaruhkan. Hasil kajian terhadap 12 UU sektoral
( Maria Sumardjono, dkk, “Pengaturan Sumber Daya Alam
di Indonesia antara yang Tersurat dan Tersirat”, UGM
Press, 2009) mengkonfirmasikan hal itu. Dilihat dari aspek
orientasi, keberpihakan, pengelolaan, perlindungan HAM,
dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik, terdapat
inkonsistensi antar UU sektoral tersebut. Dampak disharmoni