Page 147 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 147
PPPM - STPN Yogyakarta Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat
Petani juga memliki keterbatasan lain, yaitu keterbatasan dengan berpartisipasi di dalamnya, sehingga hasil kegiatannya yang
legalitas hak atas tanahnya. Kondisi ini direspon oleh petani dengan berupa sertipikat hak atas tanah dapat berperan sebagai pemicu
antusias berpartisipasi dalam pelaksanaan PRONA di desa ini. bagi penguatan demarjinalisasi. Dengan memanfaatkan segenap
Antusiasme dibuktikan oleh petani dengan kesediaan mereka me- potensi yang ada pada dirinya, maka para petani melakukan
masang patok batas yang berupa patok beton. Telah ada kesepakatan penguatan demarjinalisasi dalam bentuk: (1) peningkatan semangat,
tak tertulis antara petugas pengukuran dari Kantor Pertanahan (2) optimalisasi pemanfaatan tanah, (3) pemenuhan modal usaha,
Kabupaten Wonogiri dengan petani, bahwa bila petani peserta dan (4) kemampuan mengatasi keterbatasan.
PRONA di Desa Pucanganom belum memasang patok beton, maka Demarjinalisasi petani merupakan fungsi penting yang dapat
bidang tanahnya tidak akan diukur. diperankan oleh kantor pertanahan melalui optimalisasi kegiatan
Legalitas hak atas tanah petani merupakan sesuatu yang pemberdayaan masyarakat, yang berupa: Pertama, redistribusi
penting, karena ada norma sosial yang terkandung di dalamnya. tanah, untuk membantu petani yang belum memiliki tanah. Kedua,
Sebagaimana diketahui norma sosial yang berlaku di Desa sertipikasi hak atas tanah, untuk melindungi petani dari konflik,
Pucanganom antara lain mengarahkan, bahwa setiap orang tidak sengketa, dan perkara pertanahan. Ketiga, inkubasi kesadaran
boleh merugikan orang lain. Oleh karena itu, ketika ada pengakuan pertanahan, untuk mendidik dan melatih petani agar mampu
dari warga setempat atas pemilikan tanah seseorang sebagai mengembang kan usahanya dalam koridor pertanahan yang me-
pemenuhan legalitas sosial, maka hal ini berarti pemilikan tanah menuhi aspek sosio-legitimasi, sosio-ekologi dan sosio-ekonomi.
telah sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Kondisi semakin
kuat, ketika legalitas tidak lagi hanya terhenti pada sisi sosial
(legalitas sosial), melainkan menjangkau sisi hukum (legalitas
hukum) saat negara mengakui pemilikan seseorang atas sebidang Daftar Pustaka
tanah.
Azwar, Saifuddin. 1998. “Metode Penelitian.” Yogyakarta, Pustaka
D. Kesimpulan Pelajar.
BPN-RI. 2013. “Petunjuk Teknis Kegiatan PRONA.” Jakarta.
Sudah sejak lama para petani Kabupaten Wonogiri melakukan Jary, David and Julia Jary. 1991. “Collins: Dictionary of Sociology.”
demarjinalisasi. Oleh karena itu, kegiatan pemberdayaan masya- Glasgow, Harper Collins Publishers.
rakat yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri Pemerintah Kabupaten Wonogiri. www.wonogirikab.go.id
merupakan salah satu cara untuk menguatkan demarjinalisasi. Moleong, Lexy J. 2007. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” Bandung,
Pemberdayaan masyarakat diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan Remaja Rosdakarya.
PRONA dan reforma agraria di Kabupaten Wonogiri. PRONA Muhadjir, Noeng. 1998. “Metodologi Penelitian Kualitatif.”
antara lain dilaksanakan di Desa Pucanganom, sedangkan reforma Yogyakarta, Rake Sarasin.
agraria antara lain diselenggarakan di Desa Sumberagung. Kedua Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. “Teori Sosiologi
kegiatan ini (PRONA dan reforma agraria) direspon oleh para petani Modern.” Jakarta, Prenada Media.
146 147