Page 182 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 182

PPPM - STPN Yogyakarta              Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat

 mintakan SKT. SKT merupakan bukti tertulis pemilikan tanah yang   bersangkutan pada Tahun 1973. Misalnya, mengajukan SKT untuk
 originair  bila  tanah  tersebut  dijual  atau  dialihkan  haknya  maka   bukti pemilikan maka bidang tanah tersebut haruslah diakui sebagai
 SKT  diberikan  kepada  pembeli  dan  pembeli    Surat  Keterangan   bekas milik adat yang prosesnya melalui lembaga pendaftaran hak
 Ganti Rugi  (SKGR) yang isinya perjanjian jual beli yang diketahui     dan  bukan  permohonan  hak.  SKT  dengan  demikian  merupakan
 Kepala Desa. SKGR dengan demikian harus selalu menunjuk SKT   bukti  tertulis  lahirnya  hak  milik  adat  atau  lahirnya  hak  prioritas
 namun fakta lapangan tidak demikian, SKGR yang tidak menunjuk   mengajukan permohonan hak atas tanah.
 SKT akan terjadi kemungkinan tumpang tindih pemilikan.  SKGR   Bila melalui permohonan hak maka proses penerbitan sertipikat
 hanyalah surat perjanjian jual beli atau akta dibawah tangan, SKT   dapat  dilakukan  dalam  beberapa  hari  saja  tidak  lebih  dari  satu
 dan SKGR merupakan satu kesatuan, oleh karena itu SKGR tanpa   minggu. Namun bila proses penerbitan sertipikatnya melalui pen-

 menunjuk SKT haruslah tidak dapat dijadikan sebagai alas hak.   daftaran hak maka prosesnya harus melalui pengumuman selama
 SKT dan SKGR yang diterbitkan sebelum Peraturan Pemerintah   60  hari  terlebih  dahulu.  Kantor  Pertanahan  Kabupaten  Kampar
 Nomor 24 Tahun 1997 merupakan alas hak sebagai bukti tertulis   lebih memilih proses melalui permohonan hak, walaupun masya-
 hak  lama  atau  diakui  sebagai  bekas  milik  adat,  hal  ini  sesuai   rakat sudah turun temurun menguasai dan memanfaatkan tanah
 ketentuan  Pasal  60  ayat  (2)  huruf  g  Peraturan  Menteri  Negara   tersebut.  Proses  melalui  permohonan  hak  dengan  tidak  adanya
 Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997   lembaga pengumuman maka berpotensi munculnya tumpang tindih
 yang mengatur sebagai berikut: “Alat bukti tertulis yang digunakan   pemilikan tanah karena alas hak SKT dan SKGR dengan subjek dan

 untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud Pasal 24   objeknya tidak memenuhi asas publisitas yang diwajibkan dalam
 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan   menjamin kepastian hukum melalui pendaftaran tanah.
 lengkap  apabila  dapat  ditunjukkan  kepada  Panitia  Ajudikasi   Dari wawancara dengan Kepala Desa Tanah Merah Kabupaten
 dokumen-dokumen akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat di   Kampar  diperoleh  informasi  bahwa  administrasi  penerbitan  ijin
 bawah  tangan  yang  dibubuhi  tanda  kesaksian  oleh  Kepala  Adat/  tebang tebas sampai dengan penerbitan SKT dan SKGR dari mulai
 Kepala Desa yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah   administrasi di desa sampai kecamatan tidak berkesinambungan,
 ini dengan disertai alas hak yang dialihkan”.  artinya  buku  daftar  penerbitannya  apabila  terjadi  pergantian
 Apabila bidang tanah termasuk kategori milik adat maka SKGR   pejabat tidak selalu diserahkan, akibat belum tertibnya adminisrasi
 termasuk akta pemindahan hak di bawah tangan, sedangkan  SKT   pertanahan desa ini banyak ditemukan SKT yang menunjuk objek

 sebagai alas hak yang dimaksud Pasal 60 ayat (2) huruf g Peraturan   yang sama objek hak berbeda.
 Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor   Ketentuan  Pasal  11  Peraturan  Dalam  Negeri  Nomor  6  Tahun
 3  tahun  1997.  Maka  permohonan  sertipikat  hak  atas  tanahnya   1972  tentang  ijin  membuka  tanah  oleh  kecamatan  dianulir  oleh
 termasuk  pendaftaran  hak,  namun  bila  tanah  tersebut  dianggap   surat Menteri Dalam Negeri Nomor 593/5707/SJ, tanggal 22 mei
 sebagai  tanah  negara  maka  prosesnya  menjadi  permohonan  hak.   1984,  perihal  Pencabutan  wewenang    Kepala  Kecamatan  untuk
 Apabila  masyarakat    membuka  hutan  sejak  sebelum  Indonesia   memberikan ijin membuka tanah, yang di tujukan kepada Gubernur
 merdeka dan juga sebelum berlakunya UUPA yang dapat dikategori-  Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia, yang menyatakan:

 kan  hutan  yang  dibuka  sebagai  hutan  adat,  maka  apabila  yang

 180                                                                         181
   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187